Tugas: Cerpen Budaya
Mata Kuliah: Penulisan Kreatif
Mata Kuliah: Penulisan Kreatif
Oleh: Hizkia Dwiatmaja
1400410023/Digital Communication
Surya University
Tambatan Harapan Vytynanky
“Selamat datang!” sapa seorang gadis
melihat sekelompok pria yang masuk ke dalam kedai. Dari wajah mereka, terlihat
usia yang berbeda dari muda hingga setengah baya. Baju-baju yang mereka gunakan
sudah tidak rapi dan digunakan sekenanya, menandakan telah selesai dalam
pekerjaan mereka. Muka-muka yang terlihat lelah kembali tersenyum melihat
datangnya gadis yang menyapa mereka. “Hai Laurel, apa kabar? Bagaimana
sekolahmu?” ujar seorang pria setengah baya dalam kelompok tersebut sambil
berjalan menuju sebuah meja kosong yang telah tertata rapi. Gadis yang disapa
Laurel itu mengenakan seragam lengan pendek dengan rok yang sedikit mengembang.
Di atas roknya terdapat lap makan seperti pelayan kedai pada umumnya.
“Menjelang Natal sekolah sudah tidak sesibuk seperti
biasanya, jadi aku bisa membantu ayah di kedai. Aktivitas sekolah hanya tinggal
ujian akhir saja,” ucap Laurel dengan riang. Rambutnya yang diikat model ekor
poni bergoyang-goyang ketika ia mengangguk sambil menuntun para pria itu ke
tempat duduk.
“Kami pesan Chernogov Borsch seperti biasa,” pria
yang berusia cukup muda mulai memesan makanan mewakili yang lainnya. Laurel
segera mengangguk dan berlari menuju dapur yang terletak tepat di bagian depan
meja-meja. Ia mendapati ayahnya yang sedang memasak dan berteriak, “Ayah, lima
mangkuk Chernogov Borsch seperti biasa, untuk paman-paman dari opera.” Keramahan
pria-pria tersebut menunjukkan bahwa mereka sudah menjadi langganan setia dalam
Kedai Mahazyn.
Kedai Mahazyn merupakan sebuah kedai makan kecil di
pinggiran kota Lviv, Ukraina. Kedai ini memiliki ciri khas yaitu menyajikan
Borsch sebagai menu andalannya. Hidangan yang dimasak dengan sayuran
segar seperti kubis, bit, tomat, serta bawang ini, merupakan makanan khas
Ukraina yang telah disajikan Kedai Mahazyn sejak pertama kali kedai berdiri. Dari bentuk luar kedai, bisa diduga bahwa besar
kedai ini tidak melebihi sebuah kelas di sekolah elit. Dinding kedai yang
dihiasi tanaman bambu sudah terlihat lumut dan retakannya, menunjukkan bahwa
kedai ini sudah sangat berumur. Namun, arsitektur bangunan yang antik
menampilkan ciri khas budaya Ukraina, tetap terlihat dan menunjukkan kesan
kedai yang sederhana nan indah. Di langit-langit pintu masuk yang terbuat dari
kayu, terdapat nama “Mahazyn” yang terbuat dari kain melambai-lambai seolah
menarik pengunjung untuk mampir dan menikmati semangkuk Borsch hangat. Didalam
kedai terlihat pengunjung yang tidak banyak, dengan muka-muka yang familiar.
Mereka merupakan langganan setia yang sedang membungkus Borsch untuk dibawa
pulang, maupun menikmatinya langsung ditempat. Meskipun kedai ini jarang
terlihat ramai, namun Laurel dan para pengunjung kedai selalu terlihat akrab
dan menikmati setiap suasana dalam kesederhanaan.
“Lima
mangkuk Chernogov Borsch sudah siap disajikan,” seru seorang lelaki tua yang
selalu terlihat sibuk di dapur kedai. Laurel segera berlari kecil menuju dapur
dan mendapati ayahnya telah menyiapkan Borsch yang telah tertata indah. Kuah
kental dari campuran bumbu dan sayuran terlihat begitu merah keemasan
dilengkapi dengan brokoli dan kubis yang tertata rapi di sisi mangkuk. Aroma
bawang putih yang bercampur dengan buah bit begitu menggelitik hidung dengan
nikmatnya. Laurel segera meletakkan Borsch-borsch tersebut diatas nampan dan
membawanya menuju meja dimana pria-pria opera itu berada. “Silahkan dinikmati,
Chernogov Borsch spesial buatan Kedai Mahazyn!” Melihat seluruh Borsch
tersebut, pria-pria yang telah menunggu mulai menelan ludah dan mengambil
mangkuknya masing-masing dengan bergairah.
“Jadi apa rencanamu di hari Natal nanti?” Sambil
menikmati Borsch, sekelompok pria tersebut mulai membuka perbincangan akrab
dengan Laurel. Laurel mulai beranjak dan duduk santai bersama-sama dengan
mereka. “Aku dan ayahku berencana untuk merayakan Natal disini. Kami akan tetap
membuka kedai dan menghiasinya dengan Vytynanky, sama seperti tahun lalu,” Laurel
bercakap dengan antusiasnya.
Vytynanky sudah menjadi tradisi kami, warga Ukraina.
Setiap kami merayakan acara besar, semua orang pasti akan membuat Vytynanky.
Kertas-kertas dibuat sedemikian rupa menjadi bentuk ataupun motif yang indah. Kemudian,
kertas-kertas yang sudah dibentuk ditempelkan di setiap rumah dan gedung. Seni
menghias dengan kertas, itulah Vytynanky.
“Wah, pasti akan indah sekali. Kami akan datang
untuk melihatnya. Semoga Kedai Mahazyn akan sangat ramai,” ujar pria-pria
tersebut kepada Laurel. “Mungkin kami juga bisa memeriahkan dengan drama khusus
opera, ha-ha,” tambah pria yang lain. Paman-paman dari opera, begitulah Laurel
memanggil mereka. Pekerjaan mereka yang sehari-harinya beraktivitas baik di
belakang maupun di depan panggung Teater Opera tidak pernah menjemukan baginya.
“Tentu saja boleh!” Sahut Laurel.
Perbincangan yang seru berakhir
dengan pamit dan terima kasih. Setelah membayar Borsch, para paman dari opera
berjanji akan datang kembali dan beranjak pergi dari kedai. Malam yang semakin
larut menunjukkan bagaimana aktivitas dalam kedai sudah perlu diakhiri. Laurel
mulai merapikan semua perlengkapan di dapur, sedangkan ayahnya masih sibuk memastikan
kembali semua jendela dan lemari telah tertutup rapat.
“Uhuk.. uhk...,” ayah Laurel terbatuk
sembari memegang bingkai jendela yang sedang ia tutup. Laurel menengok dengan
sedikit khawatir, “Ayah sebaiknya pulang ke rumah dan cepat istirahat terlebih
dahulu. Laurel bisa merapikan sisanya di kedai.” Namun, ayahnya melihat Laurel
kembali, “Tidak apa-apa, ayah tidak seberapa lelah. Kita bisa merapikan kedai
dan pulang bersama-sama.” Melihat ayahnya, Laurel segera membersihkan kedai
dengan sigap agar semakin mempersingkat waktu. Setelah ia melihat bahwa segala
perlengkapan telah rapi dan bersih, Laurel segera memanggil ayahnya untuk
pulang. Dari tindakannya, terlihat ia begitu ingin cepat sampai di rumah dan
memberikan waktu pada ayahnya untuk beristirahat.
Setelah mengunci rapat pintu kedai, Laurel dan
ayahnya mulai beranjak pulang ke rumah. Bulan sudah bersinar sangat terang
dilihat dari jalanan depan kedai Mahazyn. Laurel melihat jam tangannya yang
telah menunjukkan pukul sebelas malam. Jam pulang yang cukup malam sudah
menjadi hal yang biasa bagi Laurel. Setiap ada pengunjung yang datang setelah
kerja, akan tetap dilayani demi nilai keakraban dengan pelanggan. Memang, rumah
mereka tidak seberapa jauh dari Kedai Mahazyn. Bila dengan berjalan kaki,
mungkin hanya dibutuhkan waktu tidak lebih dari lima belas menit. Namun
perjalanan dapat menjadi melelahkan mengingat pekerjaan kedai yang telah mereka
lalui sepanjang harinya.
“Laurel, ada yang ingin ayah bicarakan,” ujar ayah
Laurel dengan mimik wajah yang terlihat serius. Ia duduk di ruang makan rumah,
terlihat secangkir teh hangat di atas meja. Dengan sedikit bingung, Laurel
mendatangi ayahnya dan duduk tepat di sebelahnya. “Ada apa yah?” tanya Laurel. “Ayah sedang memikirkan untuk
menutup Kedai Mahayzn. Belakangan ini pekerjaan tidak terlihat begitu baik,
lagipula kelihatannya badan ayah sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan
pelayanan di kedai sepanjang hari.” Laurel terdiam sejenak dan tidak bisa
menggambarkan perasaannya. Ia memang memaklumi bahwa belakangan ini keadaan
ayahnya sudah kurang baik. Pada awalnya Laurel memang tahu bahwa ayahnya hanya
kelelahan dan butuh istirahat, namun ia tidak menduga bahwa ayahnya sudah
memikirkan untuk menutup Mahazyn. “Ayah akan menjual kedai kita?” tanya Laurel
tanpa bisa menggambarkan perasaannya. Ia tahu bahwa dirinya sedang bingung dan
terkejut mendengar pendapat ayahnya. “Ya, tetapi mungkin ayah akan
memikirkannya lagi,” ujar ayah Laurel menutup pembicaraan dan beranjak ke
kamarnya untuk beristirahat.
Seminggu sebelum hari Natal, jalan-jalan di kota
Lviv telah dipenuhi oleh pohon natal dan hiasan Vytynanky. Melewati gedung
Thater Opera, Laurel melihat model Tuhan Yesus yang terbuat dari kertas
terpampang di pintu gedung yang megah. Di bagian sisi gedung, terlihat
pria-pria dengan tampang dan umur yang beragam sedang menghiasi sisi gedung
Theater tersebut. “Ah, paman-paman opera!” sapa Laurel dengan nada setengah
berteriak, yang menunjukkan semangatnya yang senantiasa terpancar. Para pria
yang sedang sibuk menghias segera menghentikan pekerjaannya sesaat dan menoleh
ke arah datangnya suara. Mereka mendapati sesosok gadis remaja dengan seragam
dan tas sekolahnya. “Hai Laurel, baru pulang dari sekolah?” ujar mereka
membalas sapaan Laurel. “Iya, tadi habis ujian akhir sekolah. Besok hari
terakhir, yay!” teriak Laurel dengan nada yang riang. Ia segera berlari kecil menuju
paman-paman dari opera. Pembicaraan akrabpun tidak terelakkan.
“Waw, Vytynanky model ini luar biasa bagus.
Paman-paman yang membuatnya?”
“Benar, kami dibantu oleh beberapa penonton opera juga, sehingga bisa menjadi seperti itu. Oh ya, bagaimana dengan Mahazyn? Apa kamu sudah menyiapkan kertas-kertas Vytynanky?” Mendengar pertanyaan tersebut, Laurel menjadi terdiam. Tampangnya berubah menjadi terlihat sedih. “Uhm, Laurel, ada apa?” melihat wajah Laurel, salah satu pria opera bertanya kepadanya. Laurel memaksakan dirinya untuk tersenyum kecil sambil berkata, “Tidak apa-apa, aku akan menyiapkan kertas untuk Vytynanky nanti. Paman-paman pasti datang ya!” Ia kemudian berlari meninggalkan para pria tersebut dan gedung Theater Opera.
“Benar, kami dibantu oleh beberapa penonton opera juga, sehingga bisa menjadi seperti itu. Oh ya, bagaimana dengan Mahazyn? Apa kamu sudah menyiapkan kertas-kertas Vytynanky?” Mendengar pertanyaan tersebut, Laurel menjadi terdiam. Tampangnya berubah menjadi terlihat sedih. “Uhm, Laurel, ada apa?” melihat wajah Laurel, salah satu pria opera bertanya kepadanya. Laurel memaksakan dirinya untuk tersenyum kecil sambil berkata, “Tidak apa-apa, aku akan menyiapkan kertas untuk Vytynanky nanti. Paman-paman pasti datang ya!” Ia kemudian berlari meninggalkan para pria tersebut dan gedung Theater Opera.
“Ayah, apa ayah benar-benar ingin
menutup Kedai Mahazyn? Apa tidak bisa menunggu minimal hingga hari Natal?” Laurel
melihat ayahnya dengan mata berkaca-kaca. “Laurel, tadi pagi sudah ada
seseorang yang datang karena tertarik dengan penawaran bangunan kedai ini. Ia
menawarkan dengan harga yang cukup baik dan sudah ingin membelinya tepat
sebelum hari Natal,” kata-kata ayahnya terhenti sebentar. “Kita bisa
menggunakan dananya untuk membangun karir baru yang tidak terlalu menyibukkan dan
sebagai biaya kelanjutan sekolahmu tahun depan.” Mendengar perkataan ayahnya,
Laurel terpaku tidak bisa melakukan apa-apa. Mulutnya tidak bisa mengeluarkan
suara. Laurel segera beranjak ke kamarnya sambil menggigit bibir.
Di dalam kamar, Laurel hanya
terbaring di atas kasur. Ia menyembunyikan air mata yang mengalir dengan bantal
di sisinya. Tidak heran bantalnya menjadi basah akibat air mata. Suara isak
tangis ia tahan sekuat mungkin agar tidak terdengar oleh ayahnya. Perasaannya
bercampur aduk. Sebenarnya, ia sangat ingin melakukan Vytynanky di hari natal
nanti. Laurel juga sangat menyukai suasana Kedai Mahazyn, rasa Borsch yang
tidak terlupakan, para pelanggan yang selalu setia, dan paman-paman dari opera.
Namun apa daya, ia juga mengetahui bahwa ini semua demi kebaikan ayahnya dan
masa depannya. Kondisi fisik ayahnya sudah tidak memungkinkan untuk melakukan
pekerjaan yang terlalu sibuk. Laurel tidak menginginkan ayahnya jatuh sakit.
Hari terakhir ujian sekolah menandai
akhir dari pembelajaran Laurel di tahun ini. Laurel berjalan pulang dengan lesu
dari sekolah menuju rumahnya. Saat ia melewati gedung Theater Opera, Vytynanky
Natal sudah terpasang dengan sangat indah. Kemegahan rumbai-rumbai kertas yang
menyerupai tirai, pohon natal kertas dengan bola-bola hiasannya, serta model kertas Tuhan Yesus, itu semua membuat Laurel sedikit iri. Belum sempat ia
berlalu dari gedung Theater Opera, seorang paman opera berlari ke arahnya. Pria
tersebut terlihat begitu terburu-buru, nafasnya terengah-engah. “Laurel! Ayahmu
jatuh pingsan di Mahazyn!”
Laurel tersentak kaget. Tubuh dan
suaranya bergetar. Hal yang paling ia khawatirkan kini telah terjadi.
“Lalu
dimana ayah sekarang...?”
“Ayahmu
sekarang berada di rumah sakit Lviv, seorang pelanggan tetap yang kebetulan
datang ke kedai menemukannya.”
“Paman,
tolong antarkan aku ke rumah sakit tempat ayah berada!”
Rumah sakit Lviv, rumah sakit ternama di kota
Lviv. Di rumah sakit ini, kesehatan pasien dari berbagai kelas dan kalangan
selalu dijamin dan diutamakan. Dalam sebuah ruangan berwarna putih, dilengkapi
dengan tirai biru dan sebuah vas yang berisikan bunga pada meja, Laurel
mendapati ayahnya terbaring lemah di atas tempat tidur. Melihat anak
perempuannya datang dengan wajah yang cemas, ayah Laurel hanya bisa tersenyum.
“Kata
dokter hanya kelelahan biasa dan anemia. Tidak perlu terlalu khawatir.”
“Tentu
saja aku khawatir! Bagaimana tidak, ayah terlalu memaksakan diri.”
“Ya,
mungkin ayah akan benar-benar melepaskan Kedai Mahazyn.”
“Sudah
ayah tidak perlu memikirkan hal-hal itu. Untuk sekarang, ayah istirahat saja.”
Laurel beranjak keluar dari kamar
pasien dengan perasaan sedih. Di lorong rumah sakit, ia bertemu dengan
paman-paman dari opera. Kelihatannya mereka meninggalkan pekerjaan mereka di
gedung Theater Opera hanya untuk menjenguk ayah Laurel. “Bagaimana keadaan
ayahmu, Laurel?” tanya seorang pria opera mewakili pria-pria lainnya. “Ayah
sudah dapat pulang sebelum Natal. Sudah tidak apa-apa. Namun sekarang aku tidak
tahu lagi apa yang sebaiknya aku lakukan.”
Laurel mulai menceritakan kepada
paman-paman opera bagaimana ia khawatir akan keadaan ayahnya. Namun di lain
sisi, Laurel juga mengatakan bahwa ia begitu ingin untuk membuat Vytynanky di
Kedai Mahazyn saat hari Natal nanti. Keinginan ayahnya untuk menjual Kedai
Mahazyn karena masalah kesehatan dan keuangan bagi kelanjutan sekolah Laurel,
menjadi persoalan yang tidak mudah dilalui bagi Laurel. Air mata mulai mengalir
di pipi Laurel ketika ia menceritakan segala kecemasannya. Paman-paman opera
yang melihat Laurel tahu, bahwa gadis kecil di hadapan mereka sedang
membutuhkan telinga untuk berbagi pikirannya.
“Kalau begitu Laurel, apa yang ingin kau lakukan
sekarang?” tanya seorang paman dari opera setelah mendengarkan Laurel. “Apa
yang hatimu inginkan, lakukanlah itu.” Mendengar perkataan tersebut, Laurel
mulai menyeka air matanya dan berpikir.
“Yang
aku ingin lakukan...?”
“Bila
kau inginkan Vytynanky di Mahazyn, kami akan membantumu. Bila kau merelakan
Mahazyn demi persekolahan masa depanmu, itupun keputusan yang hanya bisa kau
yang memilihnya.”
Laurel terpaku dengan kagum. Perkataan
paman-paman dari opera seperti membukakan jendela pikiran Laurel. Raut wajahnya
kini berubah menjadi penuh keyakinan. Tatapannya sudah tidak lagi mengandung
keraguan. “Paman-paman opera, terima kasih!” ujar Laurel dengan semangat yang
kukuh sembari ia beranjak pergi.
Sehari sebelum hari Natal, kesehatan
ayah Laurel sudah pulih kembali. Ia bangun lebih pagi untuk pergi ke Kedai
Mahazyn demi menyiapkan persetujuan penjualan kedai dengan pihak yang telah
berjanji untuk membelinya. Ia mencari Laurel, tetapi tidak menemukan gadis
kecilnya di manapun, termasuk di kamarnya. “Mungkin Laurel masih marah tentang
keputusan ini, sehingga ia membutuhkan waktu sendiri,” gumam ayah Laurel dan
mulai berjalan menuju Kedai Mahazyn.
Sesampainya di depan Kedai Mahazyn,
alangkah terkejutnya ayah Laurel melihat hiasan-hiasan yang terpasang pada
bangunan kedai. Rumbai-rumbai Natal dari kertas, burung merpati kertas, model
pohon Natal dan hiasannya terpajang di seluruh bagian kedai. Kedai Mahazyn
dengan dinding yang retak dan berlumut kini ditutupi berbagai hiasan. Di hadapannya,
kedai yang indah berdiri berhiaskan kertas warna-warni.
“Ini... Vytynanky?” ujar ayah Laurel dengan mata
yang terpaku pada warna-warni keindahan Kedai Mahazyn. “Hai ayah! Selamat
datang di Mahazyn!” sesosok gadis dengan rambut ekor poni dan mengenakan
seragam pelayan berwarna cerah keluar dari dalam kedai. “Laurel, bagaimana kau
bisa mendapatkan kertas-kertas ini?” tanya ayahnya heran. “Paman-paman dari
opera membantuku menghias kedai. Kertas-kertas ini adalah sisa dari hiasan
gedung Theater Opera.”
“Oh ya, ayah. Ada yang ingin aku bicarakan,” nada
suara Laurel tiba-tiba berubah menjadi lebih serius. Pandangan ayahnya tertuju
kepada Laurel dan banyaknya orang yang berdiri rapi di belakang Laurel. Tidak
hanya para pria dari opera, ia juga melihat para pelanggan tetap kedai turut
berdiri di hadapannya.
“Kami
mohon, jangan jual Mahazyn!” ucap Laurel dan setiap orang yang berdiri tersebut
dengan serentak.
“Ayah,
kedai ini sudah menjadi seperti keluarga bagiku. Aku tidak ingin kehilangannya.”
“Tetapi
Laurel, bagaimana dengan kelanjutan sekolahmu? Selain itu ayah juga sudah
tidak...”
“Biarkan
aku yang mengambil alih Kedai Mahazyn. Aku ingin selalu berada di sini!”
“Eh..?”
“Ijinkan
aku sedikit egois yah, karena aku ingin mengikuti seperti keinginan hatiku yang
terdalam. Aku tidak ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Bekerja di Mahazyn, menyajikan Borsch kepada setiap orang di sini, itu yang
menjadi kebahagiaan dan mimpiku sekarang. Aku juga akan belajar lebih giat lagi
dalam membuat Borsch.”
Ayah Laurel tidak dapat
berkata-kata. Ia hanya bisa tersenyum melihat ketetapan hati Laurel yang penuh
dengan resolusi. “Kami juga memohon agar Kedai Mahazyn tidak ditutup. Kedai ini
sudah menjadi tempat kedua kami selain Theater Opera. Borsch di sini adalah
Borsch yang terenak yang ada dari seluruh Lviv.” Ujar pria-pria dari opera
menambahkan perkataan Laurel sambil membungkukkan badan.
“Hahaha... baiklah kalau memang itu
yang menjadi keinginan kalian, aku tidak ingin resolusi dan Vytynanky yang telah
kalian buat susah-susah terbuang dengan sia-sia.” Akhir perkataan Ayah Laurel yang kagum langsung
memicu teriakan bahagia dan tangisan haru bagi setiap orang yang berada di
Kedai Mahazyn.
Lima tahun telah berlalu sejak Natal yang mengubah
hidup bagi Laurel. Di Natal tahun ini, Vytynanky tetap meriah dan indah bagi
warga Ukraina. Lampu dan kertas warna-warni, terlihat bercahaya di penghujung
kota Lviv. Setiap warga Ukraina yang melihatnya mulai bertanya-tanya.
“Hei
ada apa di ujung jalan sana?”
“Kamu
tidak tahu? Di sana ada kedai Borsch yang sangat terkenal. Borsch di sana
adalah Borsch yang paling enak dari seluruh Borsch yang ada di Ukraina!”
“Aku
dengar, setiap tahunnya di hari Natal, mereka mengadakan Vytynanky indah berwarna-warni
yang menjadi ciri khas kedai tersebut”
“Oh,
kedai itu! Aku mengetahuinya, karena di sana pemiliknya adalah seorang gadis
yang sangat cantik, kami sudah menjadi pelanggan setia di sana! Hahaha.”
“Eeeeh...
Benarkah? Baiklah ayo kita kunjungi kedai itu, sambil merayakan malam Natal kali
ini dengan semangkuk Borsch hangat.”
Tambatan Harapn Vytynanky/Selesai
Hizkia Dwiatmaja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar