Sabtu, 05 Desember 2015

Biografi Ibu


Tugas: Biografi Ibu
Mata Kuliah: Penulisan Kreatif
Oleh: Hizkia Dwiatmaja/1400410023

Digital Communication/Surya University





Kisah Kehidupan Mega Lamita




Sebuah Masa Kanak-kanak yang Menyenangkan

Mega Lamita lahir di Denpasar pada 6 Agustus 1963 dengan nama Wan Shiao Lam. Ia lahir sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Kedua orangtua dan seluruh kakaknya begitu menyanyangi dirinya sehingga masa kecil yang dilalui dapat dikatakan sangatlah menyenangkan.

Kedua orangtua Mega yang kerap kali disapa Akong dan Popo, membuka sebuah toko perabot rumah tangga di pasar Badung Denpasar. Pasar ini menjual berbagai perlengkapan sehari-hari seperti piring, gelas, sendok, garpu, panci dan banyak lainnya. Toko yang terletak di Jalan Gajah Mada Denpasar ini berperan sekaligus menjadi tempat tinggal bagi mereka. Bagian belakang toko menjadi tempat tinggal, sedangkan bagian depan menjadi tempat dimana usaha sehari-hari dilakukan.

Ketika waktu senggang, Mega dan saudara-saudaranya membantu orangtua mereka di toko. Bila waktu untuk istirahat, mereka dapat bermain di lingkungan pasar. Ketika ia bermain di pasar, terkadang ia meminta sayur-sayuran yang tidak terpakai dari pedagang sayur untuk bermain masak memasak bersama dengan teman-temannya. Lingkungan pasar yang selalu ramai membuat begitu banyaknya kenalan dan temen-teman Mega yang merupakan sesama anak pedagang pasar. Keakraban dari semua kenalan dan teman-teman sudah menjadi seperti layaknya keluarga bagi Mega.


Di dekat toko pasar, terdapat sebuah sungai yang terkenal bernama Tukad Badung. Sungai ini telah menjadi lingkungan permainan yang tidak asing bagi Mega dan teman-temannya.  Ketika bermain di pinggir sungai, permainan kecil seperti mencari cacing tanah di antara semak-semak menjadi sebuah tantangan yang seru. Tidak heran, setelah bermain badan mereka menjadi kotor diliputi oleh tanah. Bila hal itu terjadi, mereka akan mandi di sungai Tukad Badung. Sungai pada waktu itu masih sangat jernih berbeda di kala sekarang yang telah penuh sampah dan polusi. Hal-hal tersebut menjadi sebuah kenangan yang indah bagi dirinya.

            Di kala itu, memiliki sebuah sepeda merupakan sebuah hal yang jarang bagi lingkungan pasar. Alangkah bahagianya Mega dan kakak-kakaknya ketika melihat ayahnya yang membeli sebuah sepeda baru. Sepeda tersebut langsung dipasangi sebuah tempat duduk kecil di bagian depannya. Tempat duduk kecil ini menjadi tempat duduk Mega ketika ayahnya mengajak ia pergi ke alun-alun atau taman kota di sore hari. Perasaan asyik dan seru selalu dirasakan Mega ketika ia dibonceng di bagian depan sepeda oleh kakak maupun ayahnya.



Awal Dimulainya Persekolahan

Pertama kali Mega masuk ke Sekolah Dasar (SD), ia berangkat dan pulang dari sekolah dengan bemo bersama dengan kakak-kakaknya. Ia dan keempat kakaknya bersekolah di sekolah yang sama, yaitu Sekolah Dasar Cip. Biasanya, mereka mencari bemo di Jalan Gajah Mada dan turun tepat di depan sekolah.

Sekolah Dasar Cip merupakan sekolah yang bagus adanya. Di halaman sekolah, terdapat berbagai macam pohon. Kepala sekolah SD Cip merupakan sosok yang begitu disiplin dan galak, karena ia seorang didikan dari Belanda.

Setiap pagi, diadakan senam kesehatan jasmani bagi murid-murid didik. Apabila Mega dan kakak-kakaknya terlambat datang ke sekolah, mereka dihukum dengan berdiri di luar pagar hingga murid-murid yang lain selesai melakukan senam. Setiap hari Senin, diadakan upacara bendera dan kemudian pemeriksaan kuku. Bagi murid yang belum memotong kukunya, maka tangan mereka akan dipukul dengan sebuah penggaris kayu.

Walaupun murid-murid didik begitu dituntut kedisiplinannya, tetapi menurut Mega sekolah ini tetaplah menyenangkan. Pertama, jumlah siswa yang tidak begitu banyak, yakni hanya berkisar 20 hingga 25 anak di tiap kelasnya sehingga para siswa dapat menjadi akrab satu dengan yang lainnya. Di sekolah ini juga tidak memiliki pakaian seragam sehingga murid-murid dapat datang dengan pakaian bebas. Selain itu, banyaknya kegiatan ekstrakurikuler seperti tari Bali, balet, memasak, menjahit, kristik, ataupun ekstrakurikuler membuat kerajinan tangan, memberi dukungan bagi setiap murid untuk mengembangkan hal yang mereka sukai.

            Setiap penerimaan rapor, diadakan pameran hasil karya anak-anak dan pertunjukan tari. Mega yang senang ikut kegiatan memasak, menyulam, kristik, dan menari, turut ikut dalam acara pertunjukan sekolah. Hampir setiap tahun ia ikut tampil dalam menari balet atau tari Bali.

            Hal lain yang lebih menyenangkan lagi tentang SD Cip ini adalah kegiatan keakraban setiap hari Sabtu. Setiap hari Sabtu, murid-murid diajak pergi ke suatu kebun yang dipenuhi oleh pohon kelapa. Di sana, murid-murid boleh bermain sesuka mereka. Ada yang bermain kasti, berlari-larian, jalan-jalan, atau membawa bekal makanan dan minuman untuk piknik dialasi tikar atau koran bekas sebagai tempat duduknya. Dalam acara ini, murid laki-laki biasanya senang bermain lari-larian, sedangkan yang perempuan lebih suka duduk-duduk, makan, dan bermain boneka.



Bencana yang Mengawali Perpindahan

            Tepat ketika Mega lulus dari sekolah dasar, pasar dan toko Mega sekeluarga terbakar. Ayahnya terpaksa membeli sebuah rumah yang baru di Jalan Sulawesi untuk dibuat toko dan tempat tinggal. Saat awal toko dibuka, aktivitas toko hanya berlangsung setengah hari. Sore harinya, toko tutup dan orangtua Mega beralih menjual mie pangsit bakso di Pasar Senggol.

            Semua bahan untuk penjualan mie dibuat sendiri oleh keluarga Mega, mulai dari adonan mie yang dibuat ayahnya, bakso yang dibuat ibunya, sampai pangsit buatan kakak-kakaknya. Mega sendiri sering membantu pembuatan pangsit setelah selesai belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Tugasnya saat itu adalah sebagai pengantar makanan bagi para pelanggan.



Jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas

            Suasana Sekolah Menengah Pertama (SMP) sangatlah berbeda dibandingkan jenjang pendidikan Mega yang terdahulu. Ia belajar di SMP Negeri I Denpasar dimana dalam setiap kelasnya terdiri atas 40 hingga 50 siswa. Kelas dalam sekolah ini sendiri tiap tingkatannya bisa mencapai delapan kelas. Berbeda dengan pakaian saat SD, di SMP Negeri I para siswanya diwajibkan untuk memakai pakaian seragam yang terdiri dari atasan putih dan bawahan abu-abu. Hal yang menguntungkan dari sekolah SMP ini ialah letaknya yang tidak seberapa jauh dari rumah, sehingga setiap harinya Mega dapat berjalan kaki bersama dengan tetangga lain yang turut bersekolah di SMP Negeri 1 ini.

            Mega merupakan salah satu siswa yang turut aktif dalam kegiatan di sekolahnya. Ia ikut dalam kelompok paduan suara, permainan angklung, drum band, dan pramuka. Dalam kegiatan pramuka, ia juga sering ikut dalam acara lomba-lomba yang diadakan. Lomba-lomba tersebut meliputi lomba memasak, lomba semaphore (berkomunikasi dengan kode-kode), tali temali, dan lainnya. Ia bahkan pernah menjuarai lomba memasak dengan masakan soto ayam. Lomba lain dengan skala yang lebih besar yang pernah diikuti yakni lomba jambore pramuka di kota Singaraja. Jambore itu sendiri merupakan pertemuan besar antarpramuka mulai dari tingkat yang paling ranting hingga tingkat nasional.

            Memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), Mega belajar di sekolah SMA Negeri III Denpasar sebagai angkatan keempat. Bagi Mega, bersekolah di SMA Negeri III ini sangatlah menyenangkan karena gedung sekolah dan fasilitas yang masih baru. Tetapi kendalanya, gedung sekolah ini terletak di daerah yang termasuk baru dan berada di tengah-tengah sawah, sehingga jarak perjalanan pergi dan kembali dari rumah sangatlah jauh. Mega harus pergi dan pulang dengan menaiki bemo setiap harinya. Ia tetap mencari bemo di Jalan Gajah Mada, dan masih harus berjalan sekitar satu kilometer lagi setelah turun dari bemo. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kendaraan umum yang lewat di depan gedung sekolah. Ia harus bersiap-siap dari pagi agar dapat berjalan dengan lebih santai. Apabila waktu dan persiapan yang kurang, turun dari bemo ia harus berlari agar sampai di sekolah tidak terlambat.

            Mega masih tetap aktif dalam mengikuti kegiatan di masa SMA-nya. Ia rajin dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti basket, teater, dan Palang Merah Remaja (PMR). Kegiatan basket tidak berlangsung cukup lama karena banyaknya pertandingan yang membuat latihan menjadi sangat sering dan melelahkan. Walaupun begitu, ia tetap aktif dalam teater dan bahkan sempat mengadakan beberapa kali pementasan drama di gedung RRI dan lapangan selain di sekolah. Kegiatan PMR juga tidak kalah padat, dimana ia turut mengikuti outbound dan mendampingi pasukan gerak jalan SMA Negeri III yang memeriahkan lomba gerak jalan pada tanggal 17 Agustus.

            Hal paling menarik di masa SMA Mega adalah bagaimana kepala sekolah SMA Negeri III yang selalu mengajak semua siswanya untuk mendaki gunung di Bali setiap akhir semester persekolahan. Hal ini membuat Mega telah mendaki lima gunung yang ada di Bali, termasuk gunung tertinggi di Bali yaitu Gunung Agung. Kegiatan mendaki gunung bersama dengan teman-teman SMA menjadi sebuah pengalaman yang tidak terlupakan bagi Mega hingga saat ini.



Pencarian Universitas Dalam Diskriminasi Ras

            Lulus dari SMA Negeri III Denpasar, Mega ingin melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Perhotelan (STP) Bali di daerah Nusa Dua. Bersama dengan teman-teman SMA, ia menempuh perjalanan sejauh 25 kilometer dari Denpasar untuk mengikuti tes masuk sekolah tinggi ini di Nusa Dua. Perasaan yang berdebar-debar tidak bisa lepas dari benak mereka ketika menunggu pengumuman hasil penerimaan tes masuk sekolah tinggi.

            Pada hari pengumuman penerimaan Sekolah Tinggi Perhotelan Bali, Mega dipanggil ke kantor pimpinan STP. Betapa senangnya ia mendapati hasil tes bahwa ia mendapat posisi terbaik nomor dua dari seluruh peserta tes. Namun hal yang disayangkan adalah ketidaklengkapan berkas-berkas karena status Mega yang masih warga negara Tionghoa. Di masa itu, pengurusan sebagai warga negara asing masih sangat dipersulit. Ini terbukti pada diri Mega yang kedua orangtuanya adalah warga negara asli Tionghoa dari Cina. Ia diminta untuk mengurus surat untuk menjadi warga negara Indonesia karena STP tidak mau menerima mahasiswa warga negara asing.

            Pada saat itu, mengurus surat untuk menjadi warga negara Indonesia membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun, sehingga Mega tidak dapat berkuliah di STP. Ia sangat kecewa dan sedih tidak bisa kuliah hanya karena sebuah diskriminasi ras. Iapun putus harapan dan memutuskan untuk tinggal di rumah saja, hingga akhirnya ada seorang saudara sepupu yang mengajaknya untuk mencoba mencari perguruan tinggi swasta di kota Surabaya yang mau menerima warga negara asing. Akhirnya, Mega berangkat ke Surabaya bersama dengan saudara sepupu yang turut ingin mendaftar serta mengikuti tes masuk di perguruan tinggi swasta.

Setelah selesai mengikuti tes masuk perguruan tinggi swasta di Surabaya, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di kota Malang melihat perguruan tinggi swasta disana. Melihat suasana kota malang yang lalu lintasnya tidak seramai Surabaya serta hawanya yang sejuk, Mega merasa lebih nyaman berada di Malang. Ia mencoba mengambil tes masuk di Akademi Bahasa Asing dengan jurusan bahasa Inggris. Saat ABA Malang menerima Mega, ia langsung memutuskan untuk masuk ke akademi ini tanpa lagi menunggu pengumuman dari perguruan tinggi di Surabaya.

Dengan diantar oleh teman yang berkuliah di Seminari Alkitab Asia Tenggara ( SAAT ) Malang, Mega mencari kost yang dekat dengan area kampus. Ia menemukan sebuah rumah kost yang dihuni oleh sebuah keluarga. Keluarga ini menyewakan dua kamarnya sebagai kamar kost yang bisa dipakai oleh mahasiswa.



Awal Perkuliahan hingga Mengenal Tuhan Yesus

            Ketika tiba awal masa perkuliahan, Mega berangkat seorang diri dari Denpasar menuju Malang dengan menaiki bis malam Malang Indah. Berangkat dari Denpasar pukul 19.00 malam, bis melewati pelabuhan Gilimanuk untuk menyeberangi laut menuju Ketapang dengan kapal. Di pelabuhan, ia mendapat makan malam berupa nasi kotak sehingga tidak kelaparan dalam perjalanan. Selama penyeberangan menaiki kapal dari pelabuhan Gilimanuk ke Ketapang, semua penumpang bis diharuskan naik ke geladak kapal untuk duduk di sana. Untuk menghabiskan waktu selama menunggu perjalanan kapal, Mega selalu membawa buku untuk dibaca.

            Setelah kapal merapat di pulau Jawa, tepatnya Ketapang, semua penumpang kembali menaiki bis untuk melanjutkan perjalanan ke Malang. Masuk di kota Malang pukul 05.00 pagi, seluruh penumpang diantar satu per satu ke alamat yang mereka tuju. Mega langsung diantarkan ke tempat kost yang sudah ia pesan sebelumnya. Di tempat kost, ia sekamar dengan mahasiswa Universitas Widya Karya yang berasal dari Jember.

            Mengikuti kuliah hari pertama, Mega langsung mendapat banyak teman. Ada banyak teman yang berasal dari daerah yang berbeda-beda, seperti dari Lombok, Medan, Bojonegoro, Kupang, dan tentunya dari Malang. Perkuliahan di ABA ini tidak dibatasi oleh umut. Ada mahasiswa yang merupakan ibu-ibu dari karyawan TVRI, ada bapak pendeta, bahkan kakek yang berusia 68 tahun. Meskipun begitu, mereka semua belajar bersama dengan akrab.

            Setelah menjalani perkuliahan selama dua tahun, Akademi Bahasa Asing (ABA) berubah nama menjadi Universitas Kristen Jawa Timur (Unkrij). Universitas ini merombak fakultasnya yang terdiri menjadi fakultas hukum, pertanian, keguruan, dan sastra Inggris. Para mahasiswa ABA sebelumnya yang mengambil jurusan bahasa Inggris berubah menjadi mahasiswa fakultas sastra Inggris.

            Karena ABA maupun Unkrij adalah kampus universitas Kristen, sering diadakan ibadah bersama. Dari ibadah inilah Mega mengenal nama Yesus dan mengaku Yesus sebagai Tuhan dalam hidupnya. Ia sering diajak ke gereja bersama dengan teman-temannya dan juga aktif dalam kegiatan dalam kampus. Selain menjadi pengurus senat mahasiswa, ia juga sering mengisi acara untuk ibadah bersama di kampus meliputi menyanyi untuk acara Paskah dan Natal.

Sementara itu, proses pengurusan surat untuk menjadi warga negara Indonesia tetap berlangsung. Walaupun prosesnya yang lama dan berbelit-belit, pengurusan surat dapat terselesaikan. Menjelang akan dilangsungkannya ujian negara, surat warga negara Indonesia (WNI) Mega telah siap dan ia dapat mengikuti ujian dengan lancar. Pada tahun 1989, ia berhasil lulus dari fakultas sastra Inggris Unkrij.



Bertemu dengan Pujaan Hati

            Ketika berkuliah di Unkrij inilah Mega bertemu dengan sesosok mahasiswa yang begitu giat dalam perkuliahannya. Mahasiswa ini bernama Yudi. Ketika pagi, Yudi mengikuti kuliah managemen di Universitas Widya Karya, sorenya ia berkuliah di jurusan bahasa Inggris ABA. Setelah lulus kedua perkuliahannya, dari pagi hingga sore ia bekerja di BCA. Setelah pulang kerja, ia melanjutkan lagi pada kuliah sore di Unkrij untuk mengambil program S1 Sastra Inggris. Terkadang, ia terlambat mengikuti perkuliahan setelah pulang dari pekerjaannya, sehingga tidak jarang ia meminjam catatan milik Mega. Akhirnya semakin hari, mereka menjadi semakin dekat dan sering berdiskusi. Apabila di hari sabtu tidak ada perkuliahan dan bank tempat bekerja sedang tutup, mereka sering berjalan-jalan, makan bersama, atau menonton bioskop.

            Pemuda yang bernama Yudi ini berasal dari Kediri dan menempuh perkuliahan di Malang. Pada suatu waktu, Mega diajaknya pergi menuju Kediri. Perjalanan dari Malang ke Kediri hanya ditempuh selama tiga jam dengan menggunakan bis umum. Sesampainya di Kediri, Mega diperkenalkan kepada keluarga sang pemuda. Yudi dan keluarganya tinggal di dekat sebuah pasar bernama Pasar Pahing di Jalan Cendana Kediri. Keluarga Yudi merupakan keluarga yang sederhana, dimana ayahnya bekerja di pabrik rokok PT. Gudang Garam, dan ibunya membuka toko kecil yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Yudi adalah anak teertua dari empat bersaudara. Adik Yudi yang pertama, seorang laki-laki turut bersekolah di kota Malang. Adiknya yang kedua, seorang perempuan dan masih menmpuh jenjang pendidikan SMA. Sedangkan adiknya yang paling kecil, seorang laki-laki dan masih duduk di bangku SMP. Ketika keluarganya mengetahui tentang Mega, kedua orangtuanya merestui hubungan mereka.

            Dalam libur pergantian semester perkuliahan, kini giliran Mega yang mengajak Yudi ke Denpasar untuk diperkenalkan kepada kedua orangtua Mega. Di Denpasar, mereka menemui orangtua Mega dan saudara-saudaranya untuk bertatap muka. Sementara Yudi tinggal di hotel dekat rumah Mega, ia menyampaikan pula bahwa orangtuanya turut ingin datang ke Denpasar untuk mngenal lebih dekat keluarga Mega.

            Saat liburan akhir tahun, seluruh keluarga Yudi datang berkunjung dan berkenalan dengan keluarga Mega di Denpasar, Bali. Mereka pergi berjalan-jalan mengelilingi Bali melihat keindahan Taman Ayun, Bedugul, Tanah Lot, Kintamani, Art Centre, dan banyak objek wisata lainnya. Setelah orangtua dari kedua pihak merestui, maka ditentukanlah hari lamaran.

            Tidak lama setelah persetujuan lamaran ditetapkan, keluarga Yudi kembali datang ke Denpasar untuk turut melaksanakan acara lamaran. Kali ini tidak hanya orangtua, nenek dan tante-tantenya turut serta untuk mengikuti acara. Maka hari itu, Mega resmi dipinang untuk dijadikan istri dan bagian dari keluarga Yudi.



Memulai Karir Industri Garment

            Setelah Mega menyelesaikan perkuliahannya di Malang, ia pulang ke Denpasar dan bekerja di sebuah perusahaan garment bernama Jehnsen. Perusahaan garment ini ialah sebuah perusahaan yang memproduksi pakaian jadi dan perlengkapan pakaian. Produksi pakaian dari perusahaan ini kemudian diekspor ke luar negeri. Selain pakaian, perusahaan ini juga mengekspor kerajinan tangan dari Bali, seperti patung berbahan kayu, tas berbahan kain dan tikar, keranjang dari pandan, dan lain-lain. Lokasi perusahaan ini berada di daerah Kuta, kawasan dimana banyak turis dari mancanegara.

            Setiap pagi, Mega berdiri di pinggir Jalan Hasanudin untuk menunggu supir penjemput yang akan lewat dan mengantarnya menuju Kuta. Ia pergi dan bekerja di sebuah bangunan besar yang terletak di Jalan Raya Kuta, tempat usaha garment ini berdiri. Dalam gedung perusahaan ini, terdapat bagian-bagian khusus bagi pekerjaan tertentu. Mulai dari bagian desain, pola, potong kain, pembagian ke tukang jahit, pembagian benang, bagian penerimaan dari tukang jahit, bagian sortir, setrika dan packing, masiing-masing memiliki tempat khususnya sendiri. Mega menempati posisi sebagai bagian adminisrasi, dimana tukang-tukang jahit memasukkan nota dan menerima upahnya. Ia menjadi seorang yang dipercaya dalam perusahaan garment ini.

            Ketika ada pembeli dari luar negeri hendak memesan barang, Mega juga bertugas untuk menemani mereka selama mereka ada di Bali. Para pembeli atau disebut juga sebagai buyer, akan ditemani dan diberikan penjelasan mengenai pemilihan kain, patung, tas, dan lainnya oleh Mega. Mega juga harus mengajak mereka keliling ke desa-desa untuk melihat para pengrajin yang sedang bekerja. Dengan begitu, para buyer dapat menggambarkan apa keinginan atau desain yang mereka sukai kepada para pengrajin sehingga mereka bisa membuatkan barang yang sesuai dengan permintaan.

            Hal yang sangat penting dalam pekerjaan ini adalah bagaimana Mega harus teliti. Jika bekerja dengan orang asing, semua keinginan mereka harus dicatat baik-baik agar tidak salah. Sebab jika ada kesalahan sedikit saja, bisa-bisa barang yang sudah diorder dapat dibatalkan. Bagi Mega, pekerjaan seperti ini memiliki suka duka tersendiri. Contohnya, dalam pekerjaan ini ia menjadi memiliki banyak kenalan. Tetapi ketika mengantarkan para buyer pergi dari satu pengrajin ke pengrajin lain, juga dari satu desa ke desa yang lain, merupakan aktivitas yang menghabiskan banyak stamina. Ia dapat pergi dari pagi dan baru pulang malam, sehingga kelelahan tidak menjadi hal yang jarang dalam pekerjaan. Mega bekerja di garment Jehnsen sampai akhir April 1990, karena pernikahannya yang akan berlangsung. 



Mulainya Sebuah Keluarga

Pada tanggal 6 Mei 1990, Mega menikah dengan Yudi di Kediri, dan memutuskan untuk ikut agama Kristen. Mereka beribadah di GKI dan tinggal dalam sebuah rumah kontrakan di Kediri. Mereka menetap di sana karena Yudi bekerja bekerja di pabrik rokok PT. Gudang Garam bersama ayah dan adiknya. Ketika pagi hari Yudi berangkat bkerja, Mega pergi ke rumah mertua. Sepulang kerja, ia menjemput Mega dan kembali ke rumah kontrakan. Karena sudah terbiasa bekerja, Mega mencoba untuk melamar kerja di pabrik rokok PT. Gudang Garam. Ia diterima sebagai bagian administrasi pembelian. Jadilah Yudi dan Mega setiap hari berangkat dan pulang kerja bersama-sama naik sepeda motor.

Belum lama bekerja, Mega mengalami kehamilan. Kehamilan ini berjalan baik walaupun setiap hari ia harus naik turun tangga ke kantor di lantai tiga dalam pekerjaannya. Ia tidak memilih-milih makanan, muntah, maupun ngidam. Ngidam adalah suatu kondisi psikologis tertentu ketika hamil dan menginginkan dengan sangat suatu jenis makanan. Proses kehamilan berjalan lancar hingga bulan ketujuh, dimana ia mengalami pendarahan sedikit. Mungkin hal ini disebabkan oleh kelelahan, sehingga Mega harus beristirahat selama dua hari di rumah sakit.

Pada tanggal 18 Maret 1991, Mega mengalami kembali sedikit pendarahan setelah selesai makan malam di rumah. Ia mengingat pesan dokter tentang bila terjadi sesuatu hal, harus segera langsung diperiksa di rumah sakit. Dengan menaiki becak, Mega bersama Yudi pergi ke Rumah Sakit Baptis Kediri. Dokter yang memeriksa menyarankan agar ia beristirahat di rumah sakit, sedangkan Yudi boleh pulang dan beristirahat di rumah. Sebelum Mega tidur, suster memasukkan alat untuk membersihkan dan mengosongkan kotoran.

Saat tengah malam, Mega merasakan perutnya sakit. Ketika ia memanggil suster untuk memeriksa apakah sudah waktunya untuk melahirkan, ternyata proses melahirkan baru bukaan satu. Suster kembali menyuruhnya untuk tidur, tetapi ia tidak bisa tidur karena perut yang sebentar-sebentar terasa sakit. Akhirnya saat jam tiga pagi Mega tidak tahan lagi dan memanggil suster untuk memeriksa kandungannya kembali. Rupanya, suster mengatakan bahwa sudah tiba waktunya untuk melahirkan. Mega dibawa ke ruang bersalin dan dipersiapkan untuk melahirkan. Karena tidak ada dokter, jadi yg menolong persalinan adalah seorang bidan. Pada jam 03.25, seorang bayi perempuan lahir. Badannya sehat dan tangisannya keras. Pukul 08.00, ketika Yudi datang ke rumah sakit, ia tidak menyangka bahwa anak pertamanya sudah lahir dengan selamat. Anak perempuan ini kemudian diberi nama Maria Marsella, dengan nama panggilan Ria.



Karir Perbutikan hingga Lahirnya Anak Kedua

            Ketika Ria telah berusia dua bulan, Yudi dan Mega mendapat tawaran untuk bekerja di Denpasar. Mereka sekeluarga menerima tawaran tersebut dan pindah ke kota Denpasar. Yudi bekerja di perusahaan garment, sedangkan Mega bekerja sebagai manager sebuah butik pakaian di hotel Grand Hyatt, Nusa Dua. Pekerjaan di hotel memiliki waktu yang fleksibel, sehingga pemilihan waktu bisa dari pagi sampai siang, siang sampai sore, atau bahkan malam hari. Ria juga sering diajak oleh Mega ketika bekerja di hotel.

            Suatu ketika, pimpinan usaha butik menjalin kerja sama dengan Rudy Hadisuwarno untuk membuka salon. Kemudian Mega dipilih menjadi manager  butik dan manager salon di hotel yang sama. Semakin hari, usaha ini semakin berkembang. Pimpinan mulai membuka lagi outlet di hotel-hotel yang berbeda di sekitar Nusa Dua, Jimbaran dan Sanur. Jadilah Mega memegang tanggung jawab outlet-outlet tersebut yang mencapai lima belas outlet butik dan tiga salon di beberapa hotel yg berbeda. Pekerjaan yang sangat sibuk tidak membuat Mega menelantarkan anak. Justru, Ria sering ikut berkeliling dari satu hotel ke hotel lain untuk ikut melihat-lihat dan bermain. Selesai mengurus pekerjaan, mereka dapat berjalan-jalan di pantai, karena sebagian besar hotel-hotel di Bali memiliki pantai yang bagus.

Di tengah kesibukan mengurus butik dan salon ini, Mega mengandung anak yang kedua. Karena begitu sibuknya, pada usia kehamilan yang memasuki bulan ketiga, ia sempat mengalami perdarahan. Dokter menganjurkan Mega untuk beristirahat total di tempat tidur selama dua bulan, meninggalkan pekerjaannya. Setelah sehat kembali, ia berusaha untuk mengurangi kesibukan. Ia hanya berusaha untuk mengontrol jalannya pekerjaan saja, dan lebih banyak meminta karyawan untuk mengurus segala sesuatu yang perlu dikerjakan.

Pada tanggal 1 Juli 1996 di tengah malam, terdapat bercak darah pada celana Mega saat hendak buang air kecil. Saat itu juga, Yudi dan mega langsung berangkat ke rumah sakit bersalin. Sesampainya di rumah sakit, Mega meminta untuk dipanggilkan dokter agar dapat memeriksa kehamilan ini. Ternyata, dokter yang bertanggung jawab sedang berseminar di luar kota. Dokter yang ada hanyalah dokter pengganti yang baru dapat dipanggil pagi harinya. Pukul 05.00 pagi, Mega sudah merasakan perutnya yang sakit, tetapi suster belum mau memanggil dokter karena masih terlalu pagi. Setelah didesak oleh Yudi dan Mega, akhirnya dokter dihubungi untuk datang ke rumah sakit. Pukul 06.30 pagi, dokter telah datang dan mau melakukan operasi untuk menolong proses kelahiran karena alasan plasenta yang berada di samping. Dokter kuatir plasenta ini akan menutupi jalan lahir sehingga proses operasi menjadi disarankan. Namun, Mega tidak setuju dengan proses operasi, ia mau melahirkan secara normal saja. Akhirnya ia dan Yudi berdoa, meminta Tuhan untuk membukakan jalan keluar dan membantu proses kelahiran bayi ini dengan normal. Akhirnya pada pukul 07.05 pagi, lahirlah seorang bayi laki-laki mungil. Ketika dokter meletakkannya di atas timbangan, ia menoleh ke arah ibunya dengan kaki yang bergerak-gerak dengan lincah. Bayi laki-laki ini kemudian diberi nama Hizkia Dwiatmaja. Setelah proses kelahiran, Ria datang ke rumah sakit untuk menengok adiknya sekalian untuk menunjukkan seragam SD yang baru diambil dari sekolah karena ia akan mulai masuk sekolah dasar. Maka lengkaplah kebahagiaan Mega sekeluarga karena Tuhan telah mengaruniakan anak perempuan dan anak laki-laki yang sehat.



Bom Bali yang Mengakhiri Karir

Pada bulan Oktober 2002, terjadi sebuah ledakan bom dahsyat di daerah wisata Legian. Hal ini menyebabkan pariwisata Bali menjadi terpuruk. Beberapa butik yang dikelola Mega ditutup. Setiap bulan banyak pihak hotel yang memutus kontrak karena turis yang datang sangat jarang. Tidak adanya pemasukan membuat pimpinan sangat keberatan untuk membayar sewa tempat dan gaji karyawan. Mega juga hanya menerima separuh dari gaji yang biasanya ia dapatkan. Akhirnya, ia mulai mencoba untuk mencari pekerjaan sampingan.

Karena Mega merupakan lulusan sastra Inggris, ia ditawari untuk mengajar bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus bahasa Inggris cabang dari Jakarta.  Di sana, ia mengajar pelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak SD. Iapun turut senang dapat membagikan ilmu yang talah dipelajari dari bangku kuliah. Beberapa saat kemudian, ada sebuah yayasan pendidikan Kristen yang memintanya untuk mengajar bahasa Inggris untuk murid SD di Sekolah Kristen Tunas Daud. Ia mulai mengajar secara honorer, karena masih terikat dengan jadwal kerja di perusahaan butik yang lama. Saat itu, usaha yang ia kelola hanya dua butik dan dua salon, sehingga Mega memiliki banyak waktu luang untuk bekerja sebagai guru honorer. Ketika Mega semakin menikmati pekerjaan dalam mengajar anak-anak, ia merasa menemukan panggilan hidup untuk mengajar. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sebagai manager, dan mulai menetapkan langkah sebagai seorang guru. Dalam pengajarannya di sekolah dasar, ia telah mengajar berbagai macam pelajaran meliputi bahasa Inggris, sains, matematika dan agama Kristen, semuanya menggunakan bahasa Inggris.



Karir dan Kesibukan hingga Sekarang

Setelah mengajar selama lima tahun sebagai guru di sekolah Kristen, Mega mendapat kepercayaan untuk mengikuti pendidikan Christian Educator Certification (CEC) dari ACSI (Association of Christian School International) selama 1,5 tahun. Program ini merupakan sebuah modal yang sangat mendukung dan membantu Mega dalam pekerjaannya sebagai guru.

Suatu ketika, pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Olah Raga akan menyelenggarakan sertifikasi guru bagi setiap guru. Mega dan beberapa teman guru lainnya yang bukan lulusan sarjana pendidikan ( S.Pd.), tetapi lulusan ilmu murni, memutuskan untuk ikut kuliah Akta 4 untuk memenuhi persyaratan mengajar. Para guru kemudian mengikuti kuliah Akta 4 di Fakultas Pendidikan Universitas Dwijendra selama satu setengah tahun. Mega sendiri lulus sebagai mahasiswa berprestasi dengan nilai sempurna atau cum laude.

Setelah melalui perkuliahan, Mega juga mengikuti Uji Kompetensi Awal (UKA) untuk menentukan syarat mengikuti PLPG ( Pendidikan dan Latihan Profesi Guru ). PLPG adalah pendidikan yg wajib diikuti guru untuk memperoleh sertifikat guru profesional. Ia dan guru-guru lainnya turut mengikuti PLPG di Universitas Ganesha Singaraja selama sembilan hari dan diakhiri dengan ujian akhir yang menentukan kelulusan. Melalui ujian kelulusan ini pula ia lulus dengan nilai yang memuaskan.

Pada tahun 2012, Mega mendapatkan beasiswa dari yayasan pendidikan tempat ia bekerja untuk mengikuti kuliah S2 Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi Teologi Kingdom, Denpasar. Ia telah menyelesaikan kuliah dalam waktu 3 semester, tetapi dalam proses penyusunan tesis ia dihadapkan dengan banyak sekali kendala. Tugas administrasi mengajar di sekolah sangat menyita waktu. Selain itu, perubahan kurikulum pengajaran pada tahun 2013 dari KTSP menjadi Kurikulum 2013 juga menyulitkan guru. Ada banyak kendala di dalam kelas, saat proses belajar mengajar, penilaian maupun ketika penyusunan rapor. Semuanya itu ia lakukan sembari menyusun tugas akhir kuliah. Saat ini, tesis Mega telah selesai dan ia bersiap-siap untuk ujian tesis. Pada akhir tahun ini, ia akan memperoleh gelar sebagai Magister Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.K.).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar