Tugas: Biografi Ibu
Mata Kuliah: Penulisan Kreatif
Oleh: Hizkia
Dwiatmaja/1400410023
Digital
Communication/Surya University
Kisah Kehidupan Mega Lamita
Sebuah Masa Kanak-kanak yang
Menyenangkan
Mega Lamita lahir di Denpasar pada 6 Agustus 1963
dengan nama Wan Shiao Lam. Ia lahir sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara.
Kedua orangtua dan seluruh kakaknya begitu menyanyangi dirinya sehingga masa
kecil yang dilalui dapat dikatakan sangatlah menyenangkan.
Kedua orangtua Mega yang kerap kali disapa Akong dan
Popo, membuka sebuah toko perabot rumah tangga di pasar Badung Denpasar. Pasar
ini menjual berbagai perlengkapan sehari-hari seperti piring, gelas, sendok,
garpu, panci dan banyak lainnya. Toko yang terletak di Jalan Gajah Mada
Denpasar ini berperan sekaligus menjadi tempat tinggal bagi mereka. Bagian
belakang toko menjadi tempat tinggal, sedangkan bagian depan menjadi tempat
dimana usaha sehari-hari dilakukan.
Ketika waktu senggang, Mega dan saudara-saudaranya
membantu orangtua mereka di toko. Bila waktu untuk istirahat, mereka dapat
bermain di lingkungan pasar. Ketika ia bermain di pasar, terkadang ia meminta
sayur-sayuran yang tidak terpakai dari pedagang sayur untuk bermain masak
memasak bersama dengan teman-temannya. Lingkungan pasar yang selalu ramai
membuat begitu banyaknya kenalan dan temen-teman Mega yang merupakan sesama
anak pedagang pasar. Keakraban dari semua kenalan dan teman-teman sudah menjadi
seperti layaknya keluarga bagi Mega.
Di dekat toko pasar, terdapat sebuah sungai yang
terkenal bernama Tukad Badung. Sungai ini telah menjadi lingkungan permainan
yang tidak asing bagi Mega dan teman-temannya.
Ketika bermain di pinggir sungai, permainan kecil seperti mencari cacing
tanah di antara semak-semak menjadi sebuah tantangan yang seru. Tidak heran, setelah
bermain badan mereka menjadi kotor diliputi oleh tanah. Bila hal itu terjadi,
mereka akan mandi di sungai Tukad Badung. Sungai pada waktu itu masih sangat
jernih berbeda di kala sekarang yang telah penuh sampah dan polusi. Hal-hal
tersebut menjadi sebuah kenangan yang indah bagi dirinya.
Di kala itu, memiliki sebuah sepeda merupakan sebuah hal
yang jarang bagi lingkungan pasar. Alangkah bahagianya Mega dan kakak-kakaknya
ketika melihat ayahnya yang membeli sebuah sepeda baru. Sepeda tersebut
langsung dipasangi sebuah tempat duduk kecil di bagian depannya. Tempat duduk
kecil ini menjadi tempat duduk Mega ketika ayahnya mengajak ia pergi ke
alun-alun atau taman kota di sore hari. Perasaan asyik dan seru selalu
dirasakan Mega ketika ia dibonceng di bagian depan sepeda oleh kakak maupun
ayahnya.
Awal
Dimulainya Persekolahan
Pertama
kali Mega masuk ke Sekolah Dasar (SD), ia berangkat dan pulang dari sekolah
dengan bemo bersama dengan kakak-kakaknya. Ia dan keempat kakaknya bersekolah
di sekolah yang sama, yaitu Sekolah Dasar Cip. Biasanya, mereka mencari bemo di
Jalan Gajah Mada dan turun tepat di depan sekolah.
Sekolah
Dasar Cip merupakan sekolah yang bagus adanya. Di halaman sekolah, terdapat
berbagai macam pohon. Kepala sekolah SD Cip merupakan sosok yang begitu
disiplin dan galak, karena ia seorang didikan dari Belanda.
Setiap
pagi, diadakan senam kesehatan jasmani bagi murid-murid didik. Apabila Mega dan
kakak-kakaknya terlambat datang ke sekolah, mereka dihukum dengan berdiri di
luar pagar hingga murid-murid yang lain selesai melakukan senam. Setiap hari
Senin, diadakan upacara bendera dan kemudian pemeriksaan kuku. Bagi murid yang
belum memotong kukunya, maka tangan mereka akan dipukul dengan sebuah penggaris
kayu.
Walaupun
murid-murid didik begitu dituntut kedisiplinannya, tetapi menurut Mega sekolah
ini tetaplah menyenangkan. Pertama, jumlah siswa yang tidak begitu banyak,
yakni hanya berkisar 20 hingga 25 anak di tiap kelasnya sehingga para siswa
dapat menjadi akrab satu dengan yang lainnya. Di sekolah ini juga tidak
memiliki pakaian seragam sehingga murid-murid dapat datang dengan pakaian
bebas. Selain itu, banyaknya kegiatan ekstrakurikuler seperti tari Bali, balet,
memasak, menjahit, kristik, ataupun ekstrakurikuler membuat kerajinan tangan, memberi
dukungan bagi setiap murid untuk mengembangkan hal yang mereka sukai.
Setiap
penerimaan rapor, diadakan pameran hasil karya anak-anak dan pertunjukan tari.
Mega yang senang ikut kegiatan memasak, menyulam, kristik, dan menari, turut
ikut dalam acara pertunjukan sekolah. Hampir setiap tahun ia ikut tampil dalam
menari balet atau tari Bali.
Hal lain yang lebih menyenangkan lagi tentang SD Cip ini
adalah kegiatan keakraban setiap hari Sabtu. Setiap hari Sabtu, murid-murid
diajak pergi ke suatu kebun yang dipenuhi oleh pohon kelapa. Di sana,
murid-murid boleh bermain sesuka mereka. Ada yang bermain kasti,
berlari-larian, jalan-jalan, atau membawa bekal makanan dan minuman untuk
piknik dialasi tikar atau koran bekas sebagai tempat duduknya. Dalam acara ini,
murid laki-laki biasanya senang bermain lari-larian, sedangkan yang perempuan
lebih suka duduk-duduk, makan, dan bermain boneka.
Bencana
yang Mengawali Perpindahan
Tepat ketika Mega lulus dari sekolah dasar, pasar dan
toko Mega sekeluarga terbakar. Ayahnya terpaksa membeli sebuah rumah yang baru
di Jalan Sulawesi untuk dibuat toko dan tempat tinggal. Saat awal toko dibuka,
aktivitas toko hanya berlangsung setengah hari. Sore harinya, toko tutup dan
orangtua Mega beralih menjual mie pangsit bakso di Pasar Senggol.
Semua bahan untuk penjualan mie dibuat sendiri oleh
keluarga Mega, mulai dari adonan mie yang dibuat ayahnya, bakso yang dibuat
ibunya, sampai pangsit buatan kakak-kakaknya. Mega sendiri sering membantu
pembuatan pangsit setelah selesai belajar dan mengerjakan tugas sekolah.
Tugasnya saat itu adalah sebagai pengantar makanan bagi para pelanggan.
Jenjang
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas
Suasana Sekolah Menengah Pertama (SMP) sangatlah berbeda
dibandingkan jenjang pendidikan Mega yang terdahulu. Ia belajar di SMP Negeri I
Denpasar dimana dalam setiap kelasnya terdiri atas 40 hingga 50 siswa. Kelas
dalam sekolah ini sendiri tiap tingkatannya bisa mencapai delapan kelas. Berbeda
dengan pakaian saat SD, di SMP Negeri I para siswanya diwajibkan untuk memakai
pakaian seragam yang terdiri dari atasan putih dan bawahan abu-abu. Hal yang
menguntungkan dari sekolah SMP ini ialah letaknya yang tidak seberapa jauh dari
rumah, sehingga setiap harinya Mega dapat berjalan kaki bersama dengan tetangga
lain yang turut bersekolah di SMP Negeri 1 ini.
Mega merupakan salah satu siswa yang turut aktif dalam
kegiatan di sekolahnya. Ia ikut dalam kelompok paduan suara, permainan
angklung, drum band, dan pramuka.
Dalam kegiatan pramuka, ia juga sering ikut dalam acara lomba-lomba yang
diadakan. Lomba-lomba tersebut meliputi lomba memasak, lomba semaphore (berkomunikasi dengan
kode-kode), tali temali, dan lainnya. Ia bahkan pernah menjuarai lomba memasak
dengan masakan soto ayam. Lomba lain dengan skala yang lebih besar yang pernah
diikuti yakni lomba jambore pramuka di kota Singaraja. Jambore itu sendiri
merupakan pertemuan besar antarpramuka mulai dari tingkat yang paling ranting
hingga tingkat nasional.
Memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), Mega
belajar di sekolah SMA Negeri III Denpasar sebagai angkatan keempat. Bagi Mega,
bersekolah di SMA Negeri III ini sangatlah menyenangkan karena gedung sekolah
dan fasilitas yang masih baru. Tetapi kendalanya, gedung sekolah ini terletak
di daerah yang termasuk baru dan berada di tengah-tengah sawah, sehingga jarak
perjalanan pergi dan kembali dari rumah sangatlah jauh. Mega harus pergi dan
pulang dengan menaiki bemo setiap harinya. Ia tetap mencari bemo di Jalan Gajah
Mada, dan masih harus berjalan sekitar satu kilometer lagi setelah turun dari
bemo. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kendaraan umum yang lewat di depan
gedung sekolah. Ia harus bersiap-siap dari pagi agar dapat berjalan dengan
lebih santai. Apabila waktu dan persiapan yang kurang, turun dari bemo ia harus
berlari agar sampai di sekolah tidak terlambat.
Mega masih tetap aktif dalam mengikuti kegiatan di masa
SMA-nya. Ia rajin dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti basket,
teater, dan Palang Merah Remaja (PMR). Kegiatan basket tidak berlangsung cukup
lama karena banyaknya pertandingan yang membuat latihan menjadi sangat sering
dan melelahkan. Walaupun begitu, ia tetap aktif dalam teater dan bahkan sempat
mengadakan beberapa kali pementasan drama di gedung RRI dan lapangan selain di
sekolah. Kegiatan PMR juga tidak kalah padat, dimana ia turut mengikuti outbound dan mendampingi pasukan gerak
jalan SMA Negeri III yang memeriahkan lomba gerak jalan pada tanggal 17
Agustus.
Hal paling menarik di masa SMA Mega adalah bagaimana
kepala sekolah SMA Negeri III yang selalu mengajak semua siswanya untuk mendaki
gunung di Bali setiap akhir semester persekolahan. Hal ini membuat Mega telah
mendaki lima gunung yang ada di Bali, termasuk gunung tertinggi di Bali yaitu
Gunung Agung. Kegiatan mendaki gunung bersama dengan teman-teman SMA menjadi
sebuah pengalaman yang tidak terlupakan bagi Mega hingga saat ini.
Pencarian
Universitas Dalam Diskriminasi Ras
Lulus dari SMA Negeri III Denpasar, Mega ingin
melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Perhotelan (STP) Bali di daerah
Nusa Dua. Bersama dengan teman-teman SMA, ia menempuh perjalanan sejauh 25
kilometer dari Denpasar untuk mengikuti tes masuk sekolah tinggi ini di Nusa
Dua. Perasaan yang berdebar-debar tidak bisa lepas dari benak mereka ketika
menunggu pengumuman hasil penerimaan tes masuk sekolah tinggi.
Pada hari pengumuman penerimaan Sekolah Tinggi Perhotelan
Bali, Mega dipanggil ke kantor pimpinan STP. Betapa senangnya ia mendapati
hasil tes bahwa ia mendapat posisi terbaik nomor dua dari seluruh peserta tes.
Namun hal yang disayangkan adalah ketidaklengkapan berkas-berkas karena status
Mega yang masih warga negara Tionghoa. Di masa itu, pengurusan sebagai warga
negara asing masih sangat dipersulit. Ini terbukti pada diri Mega yang kedua
orangtuanya adalah warga negara asli Tionghoa dari Cina. Ia diminta untuk
mengurus surat untuk menjadi warga negara Indonesia karena STP tidak mau
menerima mahasiswa warga negara asing.
Pada saat itu, mengurus surat untuk menjadi warga negara
Indonesia membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun, sehingga Mega tidak dapat
berkuliah di STP. Ia sangat kecewa dan sedih tidak bisa kuliah hanya karena
sebuah diskriminasi ras. Iapun putus harapan dan memutuskan untuk tinggal di
rumah saja, hingga akhirnya ada seorang saudara sepupu yang mengajaknya untuk
mencoba mencari perguruan tinggi swasta di kota Surabaya yang mau menerima
warga negara asing. Akhirnya, Mega berangkat ke Surabaya bersama dengan saudara
sepupu yang turut ingin mendaftar serta mengikuti tes masuk di perguruan tinggi
swasta.
Setelah
selesai mengikuti tes masuk perguruan tinggi swasta di Surabaya, mereka
memutuskan untuk berjalan-jalan di kota Malang melihat perguruan tinggi swasta disana.
Melihat suasana kota malang yang lalu lintasnya tidak seramai Surabaya serta
hawanya yang sejuk, Mega merasa lebih nyaman berada di Malang. Ia mencoba
mengambil tes masuk di Akademi Bahasa Asing dengan jurusan bahasa Inggris. Saat
ABA Malang menerima Mega, ia langsung memutuskan untuk masuk ke
akademi ini tanpa lagi menunggu pengumuman dari perguruan tinggi di
Surabaya.
Dengan
diantar oleh teman yang berkuliah di Seminari Alkitab Asia Tenggara ( SAAT )
Malang, Mega mencari kost yang dekat dengan area kampus. Ia menemukan sebuah
rumah kost yang dihuni oleh sebuah keluarga. Keluarga ini menyewakan dua
kamarnya sebagai kamar kost yang bisa dipakai oleh mahasiswa.
Awal
Perkuliahan hingga Mengenal Tuhan Yesus
Ketika tiba awal
masa perkuliahan, Mega berangkat seorang diri dari Denpasar menuju Malang
dengan menaiki bis malam Malang Indah. Berangkat dari Denpasar pukul 19.00
malam, bis melewati pelabuhan Gilimanuk untuk menyeberangi laut menuju Ketapang
dengan kapal. Di pelabuhan, ia mendapat makan malam berupa nasi kotak sehingga
tidak kelaparan dalam perjalanan. Selama penyeberangan menaiki kapal dari
pelabuhan Gilimanuk ke Ketapang, semua penumpang bis diharuskan naik ke geladak
kapal untuk duduk di sana. Untuk menghabiskan waktu selama menunggu perjalanan
kapal, Mega selalu membawa buku untuk dibaca.
Setelah kapal merapat di pulau Jawa, tepatnya Ketapang,
semua penumpang kembali menaiki bis untuk melanjutkan perjalanan ke Malang.
Masuk di kota Malang pukul 05.00 pagi, seluruh penumpang diantar satu per satu
ke alamat yang mereka tuju. Mega langsung diantarkan ke tempat kost yang sudah
ia pesan sebelumnya. Di tempat kost, ia sekamar dengan mahasiswa Universitas
Widya Karya yang berasal dari Jember.
Mengikuti kuliah hari pertama, Mega langsung mendapat
banyak teman. Ada banyak teman yang berasal dari daerah yang berbeda-beda,
seperti dari Lombok, Medan, Bojonegoro, Kupang, dan tentunya dari Malang. Perkuliahan
di ABA ini tidak dibatasi oleh umut. Ada mahasiswa yang merupakan ibu-ibu dari
karyawan TVRI, ada bapak pendeta, bahkan kakek yang berusia 68 tahun. Meskipun
begitu, mereka semua belajar bersama dengan akrab.
Setelah menjalani perkuliahan selama dua tahun,
Akademi Bahasa Asing (ABA) berubah nama menjadi Universitas Kristen
Jawa Timur (Unkrij). Universitas ini merombak fakultasnya yang terdiri menjadi
fakultas hukum, pertanian, keguruan, dan sastra Inggris. Para mahasiswa ABA
sebelumnya yang mengambil jurusan bahasa Inggris berubah menjadi mahasiswa
fakultas sastra Inggris.
Karena ABA maupun Unkrij adalah kampus
universitas Kristen, sering diadakan ibadah bersama. Dari ibadah inilah Mega
mengenal nama Yesus dan mengaku Yesus sebagai Tuhan dalam hidupnya. Ia sering
diajak ke gereja bersama dengan teman-temannya dan juga aktif dalam kegiatan
dalam kampus. Selain menjadi pengurus senat mahasiswa, ia juga sering mengisi
acara untuk ibadah bersama di kampus meliputi menyanyi untuk acara Paskah dan
Natal.
Sementara
itu, proses pengurusan surat untuk menjadi warga negara Indonesia tetap
berlangsung. Walaupun prosesnya yang lama dan berbelit-belit, pengurusan surat
dapat terselesaikan. Menjelang akan dilangsungkannya ujian negara, surat warga
negara Indonesia (WNI) Mega telah siap dan ia dapat mengikuti ujian dengan
lancar. Pada tahun 1989, ia berhasil lulus dari fakultas sastra Inggris Unkrij.
Bertemu
dengan Pujaan Hati
Ketika berkuliah
di Unkrij inilah Mega bertemu dengan sesosok mahasiswa yang begitu giat dalam perkuliahannya.
Mahasiswa ini bernama Yudi. Ketika pagi, Yudi mengikuti kuliah managemen di
Universitas Widya Karya, sorenya ia berkuliah di jurusan bahasa Inggris ABA.
Setelah lulus kedua perkuliahannya, dari pagi hingga sore ia bekerja di BCA.
Setelah pulang kerja, ia melanjutkan lagi pada kuliah sore di Unkrij untuk
mengambil program S1 Sastra Inggris. Terkadang, ia terlambat mengikuti
perkuliahan setelah pulang dari pekerjaannya, sehingga tidak jarang ia meminjam
catatan milik Mega. Akhirnya semakin hari, mereka menjadi semakin dekat dan
sering berdiskusi. Apabila di hari sabtu tidak ada perkuliahan dan bank tempat
bekerja sedang tutup, mereka sering berjalan-jalan, makan bersama, atau
menonton bioskop.
Pemuda yang bernama Yudi ini berasal dari Kediri dan
menempuh perkuliahan di Malang. Pada suatu waktu, Mega diajaknya pergi menuju
Kediri. Perjalanan dari Malang ke Kediri hanya ditempuh selama tiga jam dengan menggunakan
bis umum. Sesampainya di Kediri, Mega diperkenalkan kepada keluarga sang
pemuda. Yudi dan keluarganya tinggal di dekat sebuah pasar bernama Pasar Pahing
di Jalan Cendana Kediri. Keluarga Yudi merupakan keluarga yang sederhana,
dimana ayahnya bekerja di pabrik rokok PT. Gudang Garam, dan ibunya membuka
toko kecil yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Yudi adalah anak teertua
dari empat bersaudara. Adik Yudi yang pertama, seorang laki-laki turut
bersekolah di kota Malang. Adiknya yang kedua, seorang perempuan dan masih
menmpuh jenjang pendidikan SMA. Sedangkan adiknya yang paling kecil, seorang
laki-laki dan masih duduk di bangku SMP. Ketika keluarganya mengetahui tentang
Mega, kedua orangtuanya merestui hubungan mereka.
Dalam libur pergantian semester perkuliahan, kini giliran
Mega yang mengajak Yudi ke Denpasar untuk diperkenalkan kepada kedua orangtua
Mega. Di Denpasar, mereka menemui orangtua Mega dan saudara-saudaranya untuk
bertatap muka. Sementara Yudi tinggal di hotel dekat rumah Mega, ia
menyampaikan pula bahwa orangtuanya turut ingin datang ke Denpasar untuk
mngenal lebih dekat keluarga Mega.
Saat liburan akhir tahun, seluruh keluarga Yudi datang
berkunjung dan berkenalan dengan keluarga Mega di Denpasar, Bali. Mereka pergi
berjalan-jalan mengelilingi Bali melihat keindahan Taman Ayun, Bedugul, Tanah Lot,
Kintamani, Art Centre, dan banyak
objek wisata lainnya. Setelah orangtua dari kedua pihak merestui, maka
ditentukanlah hari lamaran.
Tidak lama setelah persetujuan lamaran ditetapkan,
keluarga Yudi kembali datang ke Denpasar untuk turut melaksanakan acara
lamaran. Kali ini tidak hanya orangtua, nenek dan tante-tantenya turut serta
untuk mengikuti acara. Maka hari itu, Mega resmi dipinang untuk dijadikan istri
dan bagian dari keluarga Yudi.
Memulai
Karir Industri Garment
Setelah Mega menyelesaikan perkuliahannya di Malang, ia
pulang ke Denpasar dan bekerja di sebuah perusahaan garment bernama Jehnsen.
Perusahaan garment ini ialah sebuah perusahaan yang memproduksi pakaian jadi
dan perlengkapan pakaian. Produksi pakaian dari perusahaan ini kemudian
diekspor ke luar negeri. Selain pakaian, perusahaan ini juga mengekspor kerajinan
tangan dari Bali, seperti patung berbahan kayu, tas berbahan kain dan tikar,
keranjang dari pandan, dan lain-lain. Lokasi perusahaan ini berada di daerah
Kuta, kawasan dimana banyak turis dari mancanegara.
Setiap pagi, Mega berdiri di pinggir Jalan Hasanudin
untuk menunggu supir penjemput yang akan lewat dan mengantarnya menuju Kuta. Ia
pergi dan bekerja di sebuah bangunan besar yang terletak di Jalan Raya Kuta,
tempat usaha garment ini berdiri. Dalam gedung perusahaan ini, terdapat
bagian-bagian khusus bagi pekerjaan tertentu. Mulai dari bagian desain, pola,
potong kain, pembagian ke tukang jahit, pembagian benang, bagian penerimaan
dari tukang jahit, bagian sortir, setrika dan packing, masiing-masing memiliki
tempat khususnya sendiri. Mega menempati posisi sebagai bagian adminisrasi,
dimana tukang-tukang jahit memasukkan nota dan menerima upahnya. Ia menjadi
seorang yang dipercaya dalam perusahaan garment ini.
Ketika ada pembeli dari luar negeri hendak memesan
barang, Mega juga bertugas untuk menemani mereka selama mereka ada di Bali.
Para pembeli atau disebut juga sebagai buyer,
akan ditemani dan diberikan penjelasan mengenai pemilihan kain, patung, tas,
dan lainnya oleh Mega. Mega juga harus mengajak mereka keliling ke desa-desa
untuk melihat para pengrajin yang sedang bekerja. Dengan begitu, para buyer dapat menggambarkan apa keinginan
atau desain yang mereka sukai kepada para pengrajin sehingga mereka bisa
membuatkan barang yang sesuai dengan permintaan.
Hal yang sangat penting dalam pekerjaan ini adalah
bagaimana Mega harus teliti. Jika bekerja dengan orang asing, semua keinginan
mereka harus dicatat baik-baik agar tidak salah. Sebab jika ada kesalahan
sedikit saja, bisa-bisa barang yang sudah diorder dapat dibatalkan. Bagi Mega,
pekerjaan seperti ini memiliki suka duka tersendiri. Contohnya, dalam pekerjaan
ini ia menjadi memiliki banyak kenalan. Tetapi ketika mengantarkan para buyer pergi dari satu pengrajin ke
pengrajin lain, juga dari satu desa ke desa yang lain, merupakan aktivitas yang
menghabiskan banyak stamina. Ia dapat pergi dari pagi dan baru pulang malam,
sehingga kelelahan tidak menjadi hal yang jarang dalam pekerjaan. Mega bekerja
di garment Jehnsen sampai akhir April 1990, karena pernikahannya yang akan
berlangsung.
Mulainya
Sebuah Keluarga
Pada
tanggal 6 Mei 1990, Mega menikah dengan Yudi di Kediri, dan memutuskan untuk
ikut agama Kristen. Mereka beribadah di GKI dan tinggal dalam sebuah rumah
kontrakan di Kediri. Mereka menetap di sana karena Yudi bekerja bekerja di
pabrik rokok PT. Gudang Garam bersama ayah dan adiknya. Ketika pagi hari Yudi
berangkat bkerja, Mega pergi ke rumah mertua. Sepulang kerja, ia menjemput Mega
dan kembali ke rumah kontrakan. Karena sudah terbiasa bekerja, Mega mencoba
untuk melamar kerja di pabrik rokok PT. Gudang Garam. Ia diterima sebagai bagian
administrasi pembelian. Jadilah Yudi dan Mega setiap hari berangkat dan pulang
kerja bersama-sama naik sepeda motor.
Belum
lama bekerja, Mega mengalami kehamilan. Kehamilan ini berjalan baik walaupun
setiap hari ia harus naik turun tangga ke kantor di lantai tiga dalam
pekerjaannya. Ia tidak memilih-milih makanan, muntah, maupun ngidam. Ngidam adalah suatu kondisi psikologis tertentu ketika hamil dan
menginginkan dengan sangat suatu jenis makanan. Proses kehamilan berjalan
lancar hingga bulan ketujuh, dimana ia mengalami pendarahan sedikit. Mungkin
hal ini disebabkan oleh kelelahan, sehingga Mega harus beristirahat selama dua
hari di rumah sakit.
Pada
tanggal 18 Maret 1991, Mega mengalami kembali sedikit pendarahan setelah
selesai makan malam di rumah. Ia mengingat pesan dokter tentang bila terjadi
sesuatu hal, harus segera langsung diperiksa di rumah sakit. Dengan menaiki
becak, Mega bersama Yudi pergi ke Rumah Sakit Baptis Kediri. Dokter yang
memeriksa menyarankan agar ia beristirahat di rumah sakit, sedangkan Yudi boleh
pulang dan beristirahat di rumah. Sebelum Mega tidur, suster memasukkan alat
untuk membersihkan dan mengosongkan kotoran.
Saat
tengah malam, Mega merasakan perutnya sakit. Ketika ia memanggil suster untuk
memeriksa apakah sudah waktunya untuk melahirkan, ternyata proses melahirkan
baru bukaan satu. Suster kembali menyuruhnya untuk tidur, tetapi ia tidak bisa
tidur karena perut yang sebentar-sebentar terasa sakit. Akhirnya saat jam tiga
pagi Mega tidak tahan lagi dan memanggil suster untuk memeriksa kandungannya kembali.
Rupanya, suster mengatakan bahwa sudah tiba waktunya untuk melahirkan. Mega
dibawa ke ruang bersalin dan dipersiapkan untuk melahirkan. Karena tidak ada
dokter, jadi yg menolong persalinan adalah seorang bidan. Pada jam 03.25,
seorang bayi perempuan lahir. Badannya sehat dan tangisannya keras. Pukul
08.00, ketika Yudi datang ke rumah sakit, ia tidak menyangka bahwa anak
pertamanya sudah lahir dengan selamat. Anak perempuan ini kemudian diberi nama
Maria Marsella, dengan nama panggilan Ria.
Karir
Perbutikan hingga Lahirnya Anak Kedua
Ketika Ria telah berusia dua bulan, Yudi dan Mega
mendapat tawaran untuk bekerja di Denpasar. Mereka sekeluarga menerima tawaran
tersebut dan pindah ke kota Denpasar. Yudi bekerja di perusahaan garment, sedangkan
Mega bekerja sebagai manager sebuah butik pakaian di hotel Grand Hyatt, Nusa
Dua. Pekerjaan di hotel memiliki waktu yang fleksibel, sehingga pemilihan waktu
bisa dari pagi sampai siang, siang sampai sore, atau bahkan malam hari. Ria
juga sering diajak oleh Mega ketika bekerja di hotel.
Suatu ketika, pimpinan usaha butik menjalin kerja sama
dengan Rudy Hadisuwarno untuk membuka salon. Kemudian Mega dipilih menjadi
manager butik dan manager salon di hotel
yang sama. Semakin hari, usaha ini semakin berkembang. Pimpinan mulai membuka
lagi outlet di hotel-hotel yang berbeda di sekitar Nusa Dua, Jimbaran dan
Sanur. Jadilah Mega memegang tanggung jawab outlet-outlet tersebut yang
mencapai lima belas outlet butik dan tiga salon di beberapa hotel yg berbeda.
Pekerjaan yang sangat sibuk tidak membuat Mega menelantarkan anak. Justru, Ria
sering ikut berkeliling dari satu hotel ke hotel lain untuk ikut melihat-lihat
dan bermain. Selesai mengurus pekerjaan, mereka dapat berjalan-jalan di pantai,
karena sebagian besar hotel-hotel di Bali memiliki pantai yang bagus.
Di
tengah kesibukan mengurus butik dan salon ini, Mega mengandung anak yang kedua.
Karena begitu sibuknya, pada usia kehamilan yang memasuki bulan ketiga, ia
sempat mengalami perdarahan. Dokter menganjurkan Mega untuk beristirahat total
di tempat tidur selama dua bulan, meninggalkan pekerjaannya. Setelah sehat
kembali, ia berusaha untuk mengurangi kesibukan. Ia hanya berusaha untuk
mengontrol jalannya pekerjaan saja, dan lebih banyak meminta karyawan untuk
mengurus segala sesuatu yang perlu dikerjakan.
Pada
tanggal 1 Juli 1996 di tengah malam, terdapat bercak darah pada celana Mega
saat hendak buang air kecil. Saat itu juga, Yudi dan mega langsung berangkat ke
rumah sakit bersalin. Sesampainya di rumah sakit, Mega meminta untuk
dipanggilkan dokter agar dapat memeriksa kehamilan ini. Ternyata, dokter yang
bertanggung jawab sedang berseminar di luar kota. Dokter yang ada hanyalah
dokter pengganti yang baru dapat dipanggil pagi harinya. Pukul 05.00 pagi, Mega
sudah merasakan perutnya yang sakit, tetapi suster belum mau memanggil dokter
karena masih terlalu pagi. Setelah didesak oleh Yudi dan Mega, akhirnya dokter
dihubungi untuk datang ke rumah sakit. Pukul 06.30 pagi, dokter telah datang dan
mau melakukan operasi untuk menolong proses kelahiran karena alasan plasenta yang
berada di samping. Dokter kuatir plasenta ini akan menutupi jalan lahir
sehingga proses operasi menjadi disarankan. Namun, Mega tidak setuju dengan
proses operasi, ia mau melahirkan secara normal saja. Akhirnya ia dan Yudi
berdoa, meminta Tuhan untuk membukakan jalan keluar dan membantu proses
kelahiran bayi ini dengan normal. Akhirnya pada pukul 07.05 pagi, lahirlah
seorang bayi laki-laki mungil. Ketika dokter meletakkannya di atas timbangan,
ia menoleh ke arah ibunya dengan kaki yang bergerak-gerak dengan lincah. Bayi
laki-laki ini kemudian diberi nama Hizkia Dwiatmaja. Setelah proses kelahiran, Ria
datang ke rumah sakit untuk menengok adiknya sekalian untuk menunjukkan seragam
SD yang baru diambil dari sekolah karena ia akan mulai masuk sekolah dasar.
Maka lengkaplah kebahagiaan Mega sekeluarga karena Tuhan telah mengaruniakan
anak perempuan dan anak laki-laki yang sehat.
Bom
Bali yang Mengakhiri Karir
Pada
bulan Oktober 2002, terjadi sebuah ledakan bom dahsyat di daerah wisata Legian.
Hal ini menyebabkan pariwisata Bali menjadi terpuruk. Beberapa butik yang
dikelola Mega ditutup. Setiap bulan banyak pihak hotel yang memutus kontrak
karena turis yang datang sangat jarang. Tidak adanya pemasukan membuat pimpinan
sangat keberatan untuk membayar sewa tempat dan gaji karyawan. Mega juga hanya
menerima separuh dari gaji yang biasanya ia dapatkan. Akhirnya, ia mulai mencoba
untuk mencari pekerjaan sampingan.
Karena
Mega merupakan lulusan sastra Inggris, ia ditawari untuk mengajar bahasa Inggris
di sebuah lembaga kursus bahasa Inggris cabang dari Jakarta. Di sana, ia mengajar pelajaran bahasa Inggris
untuk anak-anak SD. Iapun turut senang dapat membagikan ilmu yang talah dipelajari
dari bangku kuliah. Beberapa saat kemudian, ada sebuah yayasan pendidikan Kristen
yang memintanya untuk mengajar bahasa Inggris untuk murid SD di Sekolah Kristen
Tunas Daud. Ia mulai mengajar secara honorer, karena masih terikat dengan
jadwal kerja di perusahaan butik yang lama. Saat itu, usaha yang ia kelola
hanya dua butik dan dua salon, sehingga Mega memiliki banyak waktu luang untuk
bekerja sebagai guru honorer. Ketika Mega semakin menikmati pekerjaan dalam
mengajar anak-anak, ia merasa menemukan panggilan hidup untuk mengajar.
Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sebagai manager, dan mulai menetapkan
langkah sebagai seorang guru. Dalam pengajarannya di sekolah dasar, ia telah
mengajar berbagai macam pelajaran meliputi bahasa Inggris, sains, matematika
dan agama Kristen, semuanya menggunakan bahasa Inggris.
Karir
dan Kesibukan hingga Sekarang
Setelah
mengajar selama lima tahun sebagai guru di sekolah Kristen, Mega mendapat
kepercayaan untuk mengikuti pendidikan Christian
Educator Certification (CEC) dari ACSI (Association
of Christian School International) selama 1,5 tahun. Program ini merupakan
sebuah modal yang sangat mendukung dan membantu Mega dalam pekerjaannya sebagai
guru.
Suatu
ketika, pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Olah Raga akan menyelenggarakan
sertifikasi guru bagi setiap guru. Mega dan beberapa teman guru lainnya yang
bukan lulusan sarjana pendidikan ( S.Pd.), tetapi lulusan ilmu murni,
memutuskan untuk ikut kuliah Akta 4 untuk memenuhi persyaratan mengajar. Para
guru kemudian mengikuti kuliah Akta 4 di Fakultas Pendidikan Universitas
Dwijendra selama satu setengah tahun. Mega sendiri lulus sebagai mahasiswa
berprestasi dengan nilai sempurna atau cum
laude.
Setelah
melalui perkuliahan, Mega juga mengikuti Uji Kompetensi Awal (UKA) untuk
menentukan syarat mengikuti PLPG ( Pendidikan dan Latihan Profesi Guru ). PLPG
adalah pendidikan yg wajib diikuti guru untuk memperoleh sertifikat guru
profesional. Ia dan guru-guru lainnya turut mengikuti PLPG di Universitas Ganesha
Singaraja selama sembilan hari dan diakhiri dengan ujian akhir yang menentukan
kelulusan. Melalui ujian kelulusan ini pula ia lulus dengan nilai yang
memuaskan.
Pada
tahun 2012, Mega mendapatkan beasiswa dari yayasan pendidikan tempat ia bekerja
untuk mengikuti kuliah S2 Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Tinggi Teologi
Kingdom, Denpasar. Ia telah menyelesaikan kuliah dalam waktu 3 semester, tetapi
dalam proses penyusunan tesis ia dihadapkan dengan banyak sekali kendala. Tugas
administrasi mengajar di sekolah sangat menyita waktu. Selain itu, perubahan kurikulum
pengajaran pada tahun 2013 dari KTSP menjadi Kurikulum 2013 juga menyulitkan
guru. Ada banyak kendala di dalam kelas, saat proses belajar mengajar,
penilaian maupun ketika penyusunan rapor. Semuanya itu ia lakukan sembari
menyusun tugas akhir kuliah. Saat ini, tesis Mega telah selesai dan ia bersiap-siap
untuk ujian tesis. Pada akhir tahun ini, ia akan memperoleh gelar sebagai Magister
Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.K.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar