Jumat, 05 Agustus 2016

Makalah Framing Konstruksi Pemberitaan Lumpur Lapindo pada Metro TV dan TV One



KONSTRUKSI PEMBERITAAN BENCANA LUMPUR LAPINDO DALAM MEDIA MASSA METRO TV DAN TV ONE
(Analisis Framing Pemberitaan Bencana Lumpur Lapindo Oleh Metro TV dan TV One Pada Tahun 2014)





Riset Media



Oleh :
Hizkia Dwiatmaja                (1400410023)







DIGITAL COMMUNICATION STUDY PROGRAM
GREEN ECONOMY AND DIGITAL COMMUNICATION FACULTY
SURYA UNIVERSITY
SERPONG
2016





Daftar Isi

Daftar Isi i
Kata Pengantar ii
Abstrak iii
Bab 1: Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
Bab 2: Landasan Pemikiran 4
2.1 Framing 4
2.2 Analisis Framing Robert N. Entman 4
Bab 3: Metodologi Penelitian 6
3.1 Pendekatan Penelitian 6
3.2 Paradigma Penelitian 6
3.3 Sampel 6
3.4 Metode Penelitian 7
3.5 Instrumen Penelitian 7
Bab 4: Uraian 8
4.1 Analisa Framing Pemberitaan Lumpur Lapindo 8
4.2 Analisa Penonjolan Isu Oleh Kedua Media Dalam Pemberitaan Lumpur Lapindo 11
4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Framing dan Kecenderungan Oleh Kedua Media
Dalam Pemberitaan Lumpur Lapindo 14
Bab 5: Penutup 17
5.1 Simpulan 17
5.2 Saran 17
Daftar Pustaka 18




Kata Pengantar

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan anugerah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan makalah ”Konstruksi Pemberitaan Bencana Lumpur Lapindo dalam Media Massa Metro TV dan TV One” ini dengan serta tepat pada waktu yang diberikan. Alasan utama makalah ini dibuat adalah untuk menjelaskan bagaimana frame yang digunakan oleh kedua media massa dalam mengkonstruksi pemberitaan kasus bencana lumpur Lapindo. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk memenuhi syarat akhir mencapai kelulusan dari mata kuliah Riset Media.
Dalam penyusunan makalah ini, banyak kesulitan serta hambatan yang dirasakan penulis, mulai dari pencarian topik, teori, serta metode penelitian. Oleh karena itu, penulis beterima kasih kepada Bapak Salim Alatas dan Ibu Helena Rebecca selaku dosen pengampu mata kuliah Riset Media atas bimbingan, pembukaan pikiran, dan setiap kritikannya yang membangun. Selain itu penulis juga berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan Program Studi Digital Communication angkatan 2014 yang selalu membantu, mengingatkan, dan memberikan semangat dalam proses menyelesaikan makalah ini.
  Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan juga bermanfaat bagi penelitian di masa yang akan datang. Semoga makalah yang telah disusun ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi setiap pembaca khususnya bagi khalayak yang sudah begitu akrab dengan informasi-informasi yang disampaikan oleh media massa.





Tangerang, Maret 2016

Peneliti




Abstrak
Konstruksi Pemberitaan Bencana Lumpur Lapindo dalam Media Massa Metro TV dan TV One
(iii + 18 halaman)

Berita merupakan informasi penting yang dibutuhkan masyarakat untuk mengetahui perkembangan dunia. Setiap berita yang disampaikan kepada khalayak telah melalui framing terlebih dahulu dimana berita diubah, diseleksi, dibatasi, atau ditekankan pada aspek tertentu oleh kewenangan pihak media. Dalam penelitian ini, ingin diketahui bagaimana konstruksi pemberitaan peristiwa lumpur lapindo yang disampaikan oleh media Metro TV dan TV One, serta bagaimana terjadi perbedaan yang begitu kontras antara kedua pemberitaan. Penelitian berada dalam lingkup paradigma konstruktivis dan hasil penelitian akan disampaikan secara deskriptif kualitatif. Proses penelitian dilakukan dengan pengamatan berita-berita, studi pustaka, serta dengan bantuan teori analisis framing Robert N. Entman. Hasil analisa menjelaskan bahwa  media TV One lebih mengungkapkan sisi positif peristiwa, sedangkan Metro TV lebih cenderung mengangkat dampak negatifnya. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan headline, pengulangan, dan grafik visual dalam berita.

Kata kunci: framing, Metro TV, TV One, Lumpur Lapindo




Bab 1: Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Pada era digital seperti sekarang ini, peranan berita menjadi sangat penting bagi masyarakat. Berita yang merupakan informasi tentang fakta atau opini terkini, yang mengandung berbagai aspek kehidupan dan emosi, menjadi salah satu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan oleh khalayak. Dalam kehidupannya, masyarakat selalu memiliki keinginan untuk mengetahui informasi terkini yang terjadi di dunia. Berita itulah yang menjadi laporan tentang suatu peristiwa, opini, situasi, dan kondisi yang penting serta menarik untuk memenuhi keingintahuan khalayak (Harno, 2012).
Media massa merupakan sarana penyampai informasi dengan menyajikan berita-berita yang baru dan aktual kepada masyarakat. Begitu banyak dan mudahnya pemakaian teknologi membuat media massa dapat dinikmati oleh setiap orang. Berbagai jenis mediapun kerap memberikan informasi yang sangat beragam setiap hari. Namun perlu diperhatikan bahwa melihat begitu besarnya peran media, media dapat menjadi alat untuk membangun kontrol sosial dalam masyarakat (Pratiwi, 2012). Dalam pengaruh berita yang disampaikan, media massa dapat mengubah opini seseorang, mengubah perilaku, bahkan mengubah kepercayaan banyak individu dalam masyarakat.
Setiap data dan fakta yang diperoleh dari pihak media, tidak begitu saja langsung disampaikan kepada khalayak. Berita-berita tersebut dipilah dan diproses dahulu sebelum disajikan, sehingga apa yang menurut media baik untuk ditampilkan akan mereka pilih untuk ditampilkan. Banyak fenomena yang sesungguhnya penting dan harus diketahui oleh khalayak namun ditutupi oleh kekuasaan media. Sebaliknya, media dapat mengangkat fakta-fakta kecil yang sebenarnya tidak penting untuk disajikan kepada khalayak. Fenomena ini menjelaskan bahwa setiap media memiliki frame masing-masing dalam membawakan beritanya. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita tersebut akan dinilai apa adanya, dimana berita yang dibawakan oleh media akan berkesan penuh dengan objektivitas. Namun apabila dicermati lebih dalam, sebenarnya realitas yang disampaikan telah dikonstruksi sedemikian rupa oleh media massa. Setiap berita yang disampaikan kepada khalayak telah dapat diubah, diseleksi, dibatasi, atau ditekankan pada aspek tertentu oleh kewenangan pihak media. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor latar belakang atau bahkan dapat dipengaruhi oleh ideologis penulis berita dan perusahaan media.
Kita ambil contoh saja seperti dalam permasalahan semburan lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, akibat pengeboran Lapindo Brantas Inc. pada Mei 2006. Semburan lumpur ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman warga, perindustrian, dan pertanian hingga ke beberapa kecamatan di daerahnya. Anehnya, terjadi perbedaan penyampaian berita mengenai peristiwa ini di media massa yang berbeda. Dapat terlihat dalam media penyampaian berita televisi TV One dan Metro TV, penyampaian berita oleh kedua sumber sangatlah kontras. Frame yang dibuat oleh media-media ini semakin menjelaskan bahwa adalah wajar ketika suatu peristiwa yang sama dimuat secara berbeda oleh pihak media yang berbeda.
Setiap media massa memiliki kebijakan redaksional sebagai penentu peristiwa apa yang diberitakan, sudut penyampaian berita seperti apa yang diangkat, serta pembingkaian apa yang akan disampaikan kepada khalayak (Tresnaningati, 2014). Perbedaan-perbedaan penyampaian oleh tiap media massa ini menciptakan sebuah keterbatasan pemahaman masyarakat akan realita dan mengarahkan persepsi mereka. Padahal khalayak sesungguhnya berhak memperoleh informasi secara keseluruhan, sementara realita yang disajikan oleh media bukanlah realitas yang sesungguhnya, melainkan sudah dibentuk dan dibingkai sedimikian rupa oleh media tersebut. Karena itu, perlu dipahami bagaimana cara media memaknai dan membingkai setiap peristiwa. Melalui metode analisis framing, kita berusaha menafsirkan makna sebenarnya dari suatu teks dengan menguraikan bagaimana media membingkai isu-isu. Analisis mengenai pemberitaan lumpur lapindo dipilih karena peristiwa ini merupakan peristiwa besar yang diberitakan dengan sangat bertolak belakang oleh media Metro TV dan TV One.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah:
a.       Bagaimana konstruksi realitas yang dibentuk oleh Metro Tv dan TV One mengenai peristiwa lumpur lapindo?
b.      Bagaimana faktor-faktor internal perusahaan media massa dapat mempengaruhi terbentuknya suatu konstruksi realitas?

1.3  Tujuan Penelitian
a.       Tujuan Akademis
Secara akademis, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan lebih jauh bagaimana sebuah peristiwa dapat diberitakan secara berbeda kepada khalayak serta apa makna sesungguhnya dari sebuah pembingkaian berita di media massa. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi, memperluas, dan memperkaya pengetahan mengenai framing media massa. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui alasan dibalik pembingkaian media, dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi framing pemberitaan.
b.      Tujuan Praktis
Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan makna atau tujuan sebenarnya dibalik sebuah framing media, khususnya dalam pembawaan berita lumpur Lapindo oleh media TV One dan Metro TV. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pembanding dalam melihat keberpihakan media. Di sisi lain, penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi pembuatan makalah selanjutnya yang memiliki topik serupa.




Bab 2: Landasan Pemikiran

2.1 Framing
Analisis framing merupakan salah satu metode untuk menganalisis suatu wacana, khususnya teks media, untuk mengetahui begaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Dalam framing, suatu fenomena dikemas sedemikian rupa oleh media untuk membimbing individu atau kelompok dalam melihat realitas, sehingga media dapat dikatakan mengkonstruksi realitas bagi khalayak yang menerima informasi. Framing dalam media juga dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam suatu konteks yang khas sehingga isu tertentu dapat difokuskan secara lebih besar daripada isu yang lain (Eriyanto, 2002:186). Penekanan pada proses framing memfokuskan pada bagaimana media memberi tekanan lebih pada teks atau pesan yang ditampilkan, menseleksi atau melakukan penonjolan terhadap isu tertentu, perbedaan sudut pembawaan informasi oleh media, hingga pola media dalam menuliskan berita.
2.2 Analisis Framing Robert N. Entman
Robert N. Entman adalah seorang ahli  yang meletakkan dasar bagi analisis framing media. Dalam analisis framing Entman, dilihat dua dimensi besar dalam teks, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek tertentu dari realitas. Seleksi isu merupakan bagaimana suatu isu dipilih dari realita yang beragam dan mengabaikan isu yang lain. Pada proses seleksi, selalu terdapat berita yang dimasukkan dan berita yang dikeluarkan, sehingga tidak semua aspek atau isu akan ditampilkan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2002:187). Sedangkan penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, menarik, berarti, sehingga kemungkinan besar akan lebih diingat oleh khalayak. Penonjolan aspek dari isu dapat dilakukan dengan penempatan berita, penempatan dalam berbagai edisi, pemakaian grafis, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain (Akram, 2015).
Menurut konsepsi Entman, terdapat empat perangkat pembingkai menganalisis framing suatu media untuk menjelaskan bagaimana peristiwa dimaknai oleh wartawan. Langkah pertama kali yang dapat dilihat mengenai framing adalah pendefinisian masalah atau define problems. Elemen ini merupakan bingkai terutama yang menekankan bagaimana sebuah peristiwa dipahami oleh wartawan. Bingkai utama inilah yang akan menekankan cara pandang suatu peristiwa. Suatu peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Kemudian memperkirakan penyebab masalah atau diagnose cause, untuk membingkai penyebab terjadinya suatu peristiwa. Penyebab dalam hal ini tidak hanya dapat berupa apa, namun dapat juga berupa siapa yang menyebabkan. Bagaimana peristiwa dipahami, akan dapat menyebabkan anggapan sumber masalah yang berbeda. Langkah ketiga merupakan membuat keputusan moral atau make moral judgement. Pada elemen framing ini perlu dipahami apa yang memberi argumentasi terhadap suatu masalah. Argumentasi tersebut dapat berupa nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah dan nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau menyalahkan suatu tindakan. Langkah terakhir yaitu menekankan penyelesaian atau treatment recommendation. Elemen ini digunakan untuk menilai penyelesaian atau jalan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi sebuah masalah, serta bagaimana wartawan menawarkan penyelesaian tersebut.




Bab 3: Metodologi Penelitian

3.1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan pengamatan berita lumpur lapindo oleh media TV One dan Metro TV. Hasil penemuan kualitatif yang akan didapatkan dari penelitian akan berupa data diskriptif dari pengamatan penelitian yang bertujuan untuk menemukan kebenaran umum yang dapat diterima khalaayak (Siti, 2012). Pendekatan kualitatif akan membahas lebih lanjut dan memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
3.2 Paradigma Penelitian
            Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, karena analisis framing berkembang dalam wilayah konstruktivis. Konstruktivis memiliki pandangan bahwa fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi dimana media berperan sebagai agen konstruksi. Realitas bersifat subjektif karena realitas dihadirkan oleh sudut pandang tertentu dan konsep subjektif wartawan. Paradigma konstruktivis memahami realita sebagai fenomena interpretatif, yaitu untuk memperjelas fenomena realitas yang ada.
Pandangan konstruksionis mempunyai penilaian yang berbeda dalam menilai jurnalistik, karena pemberitaan tidak bisa dinilai dengan standar yang pasti (Suhariyadi, 2014). Pemaknaan setiap individu terhadap realitas bisa jadi berbeda dengan yang lain, dan menghasilkan realitas yang berbeda pula. Paradigma konstruktivis pada hakikatnya memandang bahwa kehidupan di masyarakat dilihat dari tindakan perseorangan disertai dengan alasan-alasan subjektif serta realitas adalah sesuatu yang diciptakan.
3.3 Sampel
Dalam penelitian ini, sampel yang diambil untuk dibahas merupakan berita mengenai lumpur lapindo dari beberapa edisi pemberitaan oleh dua media yaitu Metro TV dan TV One. Berita-berita yang diambil diantaranya berjudul “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah” oleh TV One edisi April 2014, “Korban Bencana Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman” oleh TV One edisi April 2014, “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo” oleh Metro TV edisi Mei 2014, serta “Petaka Lumpur Lapindo” oleh Metro TV edisi Desember 2014.
Peristiwa lumpur lapindo dipilih sebagai objek penelitian karena kejadian tersebut merupakan peristiwa besar yang banyak menyangkut kehidupan warga di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sedangkan Metro TV dan TV One merupakan dua media massa yang kerap memberitakan perkembangan dari permasalahan lumpur lapindo ini. Tahun 2014 dipilih karena tahun ini merupakan peringatan delapan tahun akan lumpur lapindo, sekaligus banyaknya masalah baru yang terjadi akibat dilatar belakangi oleh peristiwa lumpur lapindo. Masalah-masalah baru pada tahun ini berupa maraknya permintaan biaya ganti rugi warga, kritisnya tanggul, serta peringatan kembali akan korban bencana lumpur lapindo.
3.4 Metode Penelitian
Teknik penelitian yang dilakukan berupa pengamatan berita-berita mengenai lumpur lapindo yang disajikan oleh media Metro TV dan TV One. Alasan peneliti melakukan pengamatan adalah untuk memperjelas fenomena realitas yang ada yang dibingkai oleh kedua pihak media massa. Studi pustaka turut dilakukan sebagai pelengkap latar belakang peristiwa lumpur lapindo. Hasil analisis diperoleh melalui pengamatan langsung akan objek penelitian dan akan disajikan scara deskriptif kualitatif dengan menerapkan pendekatan tekstual. Penelitian ini mencoba untuk memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan atau mengelola dunia sosial mereka.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa berita-berita mengenai lumpur lapindo, catatan, alat tulis, laptop, serta dokumen-dokumen pelengkap seperti jurnal dan resensi film dari sumber internet.



Bab 4: Uraian

4.1  Analisa Framing Pemberitaan Lumpur Lapindo

Lumpur lapindo merupakan suatu bencana yang diawali dari kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi oleh Pt. Minarak Lapindo Jaya di Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Porong, Jawa Timur, pada tanggal 29 Mei 2006. Hal ini ditandai dengan semburan lumpur panas yang muncul ke permukaan tanah dari berbagai titik pengeboran hingga menggenangi kawasan penduduk yang menyebabkan pengungsian warga sekitar daerah Sidoarjo. Peristiwa ini menjadi sebuah berita panas di kala itu, dan turut diberitakan oleh berbagai media massa.
Media massa memberitakan peristiwa lumpur Lapindo secara variatif sesuai dengan pilihan media tersebut. Media kerapkali mengangkat peristiwa dengan frame atau sudut pandang yang berbeda sehingga media massa dapat pula dikatakan sebagai agen pengkonstruksi realita. Terdapat bagian berita yang dimasukkan, dikeluarkan, maupun ditekankan. Dalam penelitian kali ini, akan diambil contoh penyampaian berita dari dua media massa televisi yang berbeda, yaitu Metro TV dan TV One.
Untuk melihat lebih jauh perbedaan sudut pemberitaan peristiwa lumpur Lapindo yang disampaikan oleh media Metro TV dan TV One, kita dapat mengulas satu per satu unsur yang terdapat dalam pemberitaan.
1.      Pendefinisian masalah
Dalam berita “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah” yang diberitakan oleh TV One edisi April 2014, dijelaskan bahwa ternyata bencana lumpur Lapindo juga bisa menjadi tonggak acuan warga Sidoarjo untuk bangkit dari keterpurukan. Bencana tidak selamanya berakhir dengan duka. Hal ini dijelaskan oleh presenter yang mengatakan bahwa “banyak korban yang justru mampu bangkit menjadi lebih baik setelah dialokasikan oleh Pt. Minarak Lapindo Jaya.” Topik yang diangkat semakin didukung dengan teks berita yang menuliskan “hidup makmur setelah rumah terendam lumpur.” Berita ini menjelaskan dalam sudut dimana bencana lumpur ini di sisi lain membuat warga terdorong untuk berusaha bangkit dan menjalani hidup mereka lebih baik.
Dalam berita “Korban Bencana Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman” oleh TV One edisi April 2014, dijelaskan bahwa korban bencana lumpur Lapindo dapat hidup lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perumahan dengan nama Kahuripan Nirwana Village pada kabupaten Sidoarjo dibangun sebagai pengganti tempat tinggal warga yang terdampak lumpur. Berita ini pada intinya membahas tentang bagaimana warga yang diberikan tempat tinggal sudah merasa nyaman karena fasilitasnya yang lengkap, meskipun pada awalnya sempat terjadi kesulitan pengurusan sertifikat tanah.
Pada berita “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo” oleh Metro TV edisi Mei 2014, dijelaskan betapa luasnya dampak yang ditimbulkan oleh bencana semburan lumpur panas yang tidak kunjung berakhir setelah delapan tahun. Mulai dari keruntuhan perekonomian masyarakat Sidoarjo, pembayaran ganti rugi warga yang belum tuntas, lumpur yang terus menyembur ke area yang semakin luas, penanganan masalah yang berbelit-belit, hingga perdebatan tanggapan yang menyatakan bahwa pristiwa ini merupakan bencana alam.
Sedangkan dalam berita “Petaka Lumpur Lapindo” oleh Metro TV edisi Desember 2014, pemberitaan masalah meliputi tindakan normalisasi oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) di sejumlah titik tanggul lumpur Lapindo yang bocor dan kritis. BPLS melakukan proses pembangunan tanggul balu untuk mengatasi luberan lumpur agar tidak meluas lebih lagi. Selain permasalahan tanggul kritis, dalam berita ini Metro TV juga membahas mengenai sekolah-sekolah yang ,asih bertahan meskipun dalam wilayah yang tergolong daerah terdampak lumpur.

2.      Memperkirakan sumber masalah
Dalam berita “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah” yang diberitakan oleh TV One edisi April 2014, sumber pembangkit warga dari keterpurukan adalah peristiwa lumpur Lapindo itu sendiri. Setelah menerima dana bantuan dari Pt. Minarak Lapindo Jaya, warga yang telah mengungsi mulai bangkit dan hidup lebih baik. Suparman, warga Sidoarjo yang terdampak lumpur dan telah mendapat bantuan dana, diberitakan membeli rumah dan tanah dari sumber dana tersebut. Alhasil, bencana lumpur ini menjadi berkah tersendiri bagi warga.
Pada berita “Korban Bencana Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman” oleh TV One, dijelaskan bahwa perumahan Kahuripan Nirwana Village dibangun untuk membantu warga-warga yang terdampak lumpur Lapindo. Perumahan inilah yang menjadi fokus utama pemberitaan oleh TV One.
Masalah yang diangkat oleh narasumber dalam berita “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo” ialah bagaimana tindakan pemerintah negara dan anggota Pt. Minarak Lapindo Jaya yang tidak pernah serius dalam proses penanggulangan bencana Lumpur Lapindo sehingga masalah ini terkantung-kantung hingga delapan tahun.
            Sedangkan dalam berita “Petaka Lumpur Lapindo” oleh Metro TV, masalah disebabkan oleh tanggul lumpur yang semakin kritis, dimana telah terjadi kebocoran di berbagai titik tanggul yang memacu BPLS untuk membangun tanggul-tanggul baru. Masalah lain yang juga sama pentingnya selain lumpur, ialah semburan gas yang sangat menyengat dan dapat mengganggu aktivitas warga desa sekitar semburan lumpur Sidoarjo, khususnya aktivitas persekolahan.

3.      Keputusan moral
Dalam “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah,” warga terdampak lumpur menerima baik tindakan ganti rugi oleh Pt. Minarak Lapindo Jaya. Hal ini dibuktikan dalam kesaksian warga yang berterima kasih atas keluarga Bakrie yang mau memahami kondisi peristiwa dan sudah banyak membantu korban, dalam hal dana dan kelangsungan hidup korban.
Pada berita “Korban Bencana Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman,” dinyatakan bahwa menurut warga setempat, perumahan yang diberikan cukup baik dan fasilitas yang lengkap. Pemberian tempat tinggal dari pemerintah merupakan tindakan yang begitu disyukuri oleh warga terdampak bencana lumpur.
Dalam berita “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo,” dijelaskan oleh perwakilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika, bahwa penyelesaian kasus lumpur Lapindo yang terkantung-kantung disebabkan oleh peran pemerintah negara serta Pt. Minarak Lapindo Jaya yang tidak pernah serius dalam menyelesaikan kasus ini. Kalimat yang menyatakan bahwa “negara harus menentukan bahwa lapindo bersalah” menjelaskan bahwa negara dianggap belum hadir dalam kasus luapan lumpur ini dan pemerintah negara sendiri belum tegas dalam mendukung pertanggung jawaban Lapindo.
Sedangkan dalam berita “Petaka Lumpur Lapindo,” sebagian warga yang belum mendatkan biaya ganti rugi menolak pengerjaan proyek tanggul baru. Mereka menilai bahwa kesejahteraan dan kehidupan masa depan warga yang terdampak lumpur lebih penting daripada pembuatan proyek baru yang menghabiskan cukup banyak uang lagi.

4.      Rekomendasi penyelesaian masalah
Berita “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah” diawali dengan pembawaan pesan oleh media bahwa bangkit dari menatap nasib adalah pilihan yang bijak. Setiap warga terdampak lumpur memiliki keputusan masing-masing untuk bangkit dari keterpurukan.
Dalam berita “Korban Bencana Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman”, dijelaskan bahwa warga terdampak lumpur dapat menatap hidup dengan penuh kepastian. Bencana alam tidak mematahkan semangat mereka untuk berjuang di masa depan.
Dalam “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo,”urusan ganti rugi harus dengan segera diselesaikan agar masyarakat terdampak bencana bisa menjalani kehidupan barunya yang lebih baik. Kompensasi  ganti rugi merupakan penentu awal penyelesaian masalah selain layanan kesehatan korban dan pendidikan anak-anak korban. Tidak hanya selesai dalam pelunasan ganti rugi, narasumber walhi Ony Mahardika juga menyatakan bahwa Pt. Minarak Lapindo Jaya harus dipertanggungjawabkan dengan menyita aset-aset lapindo.
Terakhir, dalam berita “Petaka Lumpur Lapindo,” penyelesaian dilakukan dalam proyek pembuatan tanggul yang telah berjalan. Proses pembuatan tanggul baru lumpur Lapindo direncanakan akan dibangun sepanjang 1,7 km dari titik tertentu yang kritis akan kebocoran.

4.2.  Analisa Penonjolan Isu Oleh Kedua Media dalam Pemberitaan Peristiwa Lumpur Lapindo

Dari hasil pengamatan pemberitaan kedua media mengenai peristiwa lumpur Lapindo, terdapat suatu pusat perhatian yang menjadi fokus Metro TV dan TV One. Fokus dalam pemberitaan ini terlihat dalam strategi penonjolan isu yang ada. Strategi penonjolan isu yang digunakan oleh Metro TV dan TV One antara lain berupa aspek headlining, pengulangan, dan pemakaian grafis.
Strategi headlining merupakan salah satu elemen untuk menonjolkan suatu isu dengan cara menempatkannya sebagai headline atau judul berita utama (Akram, 2015). Dalam berita “Bencana Lumpur Sidoarjo Jadi Berkah,” TV One mengangkat subjudul berita berupa “Hidup Makmur Setelah Rumah Terendam Lumpur” dan “Merubah Bencana Menjadi Berkah.” Kedua subjudul tersebut terus menerus ditayangkan selama berita berlangsung secara bergantian, menandakan akan berkah dan berbagai keuntungan lain yang didatangkan oleh bencana lumpur Lapindo. Berita TV One lain yaitu “Korban Bencana Alam Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman” menggunakan headline “Warga Terdampak Lumpur Hidup Nyaman” disusul dengan “Perumahan Memiliki Fasilitas Lengkap.” Kedua headline ini menjadi sebuah pernyataan dari TV One bahwa korban terdampak lumpur sudah beruntung dan dapat hidup dengan nyaman dalam perumahan berfasilitas lengkap yang diberikan bagi mereka. Sedangkan dalam berita Metro TV “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo,” selain headline judul berita tersebut yang terus menerus ditampilkan, terdapat beberapa subjudul yang berganti sesaat ketika tiga orang narasumber diwawancarai. Subjudul-subjudul seperti “Investor migas tidak berani eksplorasi di wilayah Jawa Timur,” “Aktivitas perekonomian warga lumpuh,” “Upaya menghentikan semburan gagal,” dan “Dampak terburuk adalah pencemaran air tanah, sumur warga tidak bisa dipakai,” menyatakan betapa banyaknya kerugian yang terjadi akibat peristiwa lumpur Lapindo yang tidak kunjung terselesaikan. Selain itu, subjudul seperti “Negara harus memastikan Lapindo bersalah,” “Pelunasan selesai bukan berarti masalah tuntas,” serta “Kasus Lapindo berujung penambahan beban APBN,” seperti penjelasan yang menunjukkan sisi negatif dan kesalahan Pt. Minarak Lapindo Jaya. Terakhir, headline yang ditunjukkan Metro TV dalam berita “Petaka Lumpur Lapindo” berupa “BPLS normalisasi tanggul yang kritis,” “Warga tolak pembangunan tanggul baru,” dan “Sekolah tergenang lumpur,” berupaya menekankan proses kerja BPLS yang masih ditolak oleh warga yang belum menerima ganti rugi, serta tidak lupa dalam menekankan dampak kerugian yang disebabkan oleh lumpur Lapindo khususnya bagi persekolahan.
Strategi pengulangan terlihat dalam berita-berita lumpur Lapindo. Dalam berita “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah,” terdengar pengulangan kata “berkah” oleh narator berita dan narasumber lebih dari empat kali. Selain itu, subjudul “Merubah Bencana Menjadi Berkah” terlihat ditampilkan berulang-ulang. Hal ini menyatakan bahwa TV One ingin menekankan bahwa bencana lumpur menjadi sumber keberuntungan dan penentu nasib yang lebih baik bagi korban terdampak lumpur Lapindo. Dalam berita “Korban Bencana Alam Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman,” pengulangan yang terlihat adalah dalam headline “Warga Terdampak Lumpur Hidup Nyaman.” Headline tersebut ditampilkan kembali di akhir berita untuk menegaskan bahwa warga memang sudah merasa tentram dalam perumahan yang diberikan kepada mereka. Sedangkan dalam berita “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo” oleh Metro TV, isu yang terus menerus diangkat oleh presenter dan narasumber yakni permasalahan ganti rugi dan pertanggungjawaban negara serta Pt. Minarak Lapindo Jaya. Pengangkatan isu yang berulang ini menekankan akan permasalahan ganti rugi yang tidak kunjung usai, serta pertanggungjawaban negara dan Pt. Minarak Lapindo Jaya yang kurang serius dalam mengatasi masalah ini. Terakhir dalam berita “Petaka Lumpur Lapindo,” tidak banyak pengulangan terjadi selain kata “kritis” yang menunjukkan kondisi tanggul dan dampak lain bencana lumpur Lapindo yang dapat terjadi akibat kebocoran tanggul.
Dari segi grafis, sebuah laporan atau berita akan lebih menarik dan memiliki arti apabila disertai dengan bagan, denah, gambar, foto, atau bahan lainnya yang bersifat ilustratif (Akram, 2015). Materi yang berwujud visual biasanya akan lebih diingat dan dihargai oleh pengamatnya. Hampir seluruh pemberitaan lumpur Lapindo oleh kedua media didukung oleh gambar visual. Dalam berita “Bencana Lumpur Sidoarjo Menjadi Berkah” ditayangkan tokoh Suparman, seorang warga terdampak lumpur, yang sudah melakukan aktivitas berjualan pada rukonya. Ditampilkan pula anak Suparman yang hendak berpamitan pergi ke sekolah kepada ibunya. Visual ini menunjukkan bahwa keluarga Suparman kini sudah dapat melakukan aktivitas sehari-harinya, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Dalam berita “Korban Bencana Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman” oleh TV One, ditunjukkan tokoh bapak Idam yang merupakan warga terdampak lumpur sedang duduk bersantai di teras rumahnya. Visual ini mendukung bahwa warga terdampak lumpur sudah dapat hidup nyaman dalam perumahan yang diberikan dengan fasilitas lengkap. Sedangkan dalam berita “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo” oleh Metro TV, disajikan visual disebelah narasumber yang sedang diwawancarai. Visual berupa rumah yang tenggelam lumpur, semburan lumpur yang terus menerus, warga yang terlihat sedih, warga yang memprotes, dan asap yang mengepul dari semburan lumpur panas, diperlihatkan sebagai pengingat bahwa masih banyak masalah yang belum diselesaikan dan terkantung-kantung hingga delapan tahun. Hingga berita “Petaka Lumpur Lapindo” menyajikan visual alat berat yang sedang membangun tanggul kembali serta aktivitas sekolah sehari-hari di kawasan terdampak lumpur. Visual ini ingin menjelaskan bahwa tanggul yang semakin kritis dan sekolah-sekolah di sekitarnya yang terancam bahaya kebocoran tanggul dan gas luapan lumpur.
Kedua media ini menekankan sedemikian rupa aspek yang diliput, dengan tujuan agar khalayak dapat lebih paham tentang isu yang dilihatnya. Penekanan headline menunjukkan fokus khusus tentang berita yang diangkat, dan menjadi inti dari keseluruhan berita yang disampaikan. Strategi pengulangan digunakan untuk menonjolkan isu sebagai penjelasan bahwa peristiwa lumpur Lapindo ini merupakan berita yang bermakna, monumental, dan penting diketahui khalayak. Sedangkan visual yang disajikan dapat menjelaskan banyak hal. Visual atau gambar merupakan sebuah bukti yang dapat membuat publik percaya mengenai informasi yang diberitakan oleh kedua media.

4.3.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Framing dan Kecenderungan Oleh Kedua Media dalam Pemberitaan Peristiwa Lumpur Lapindo
Bila kita teliti lebih jauh, terdapat perbedaan yang begitu kontras antara konstruksi realita yang dibuat oleh media Metro TV dan TV One dalam pemberitaan peristiwa lumpur Lapindo. TV One lebih banyak memberitakan sisi positif dari dampak bencana, sedangkan Metro TV cenderung memberitakan dampak-dampak negatif dari peristiwa lumpur Lapindo. Hal ini dapat dilihat dari berita-berita yang telah diulas, “Bencana Lumpur Sidoarjo Jadi Berkah” dan “Korban Bencana Alam Lumpur Sidoarjo Sudah Nyaman” oleh TV One, serta “8 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo” dan “Petaka Lumpur Lapindo” oleh Metro TV. Lantas, apa saja perbedaan yang terdapat antara pemberitaan media TV One dan Metro TV serta faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut akan dibahas lebih lanjut.
1.      Perbedaan headlining kedua media massa
Dapat dilihat dari headline yang ditayangkan oleh kedua media massa, TV One cenderung menggunakan istilah “bencana alam” dan “lumpur Sidoarjo” sedangkan Metro TV selalu menggunakan istilah “bencana” atau “peristiwa” dan “lumpur Lapindo.” Dari kedua perbedaan headline ini dapat dianalisa bahwa TV One menganggap peristiwa semburan lumpur ini merupakan bencana alam, yaitu bencana yang disebabkan secara alamiah, yang dapat terjadi tanpa ekspektasi dan sepengetahuan masyarakat. Penggunaan istilah “lumpur Sidoarjo” dalam pemberitaan TV One menyatakan bahwa peristiwa lumpur ditekankan sebagai peristiwa alam yang terjadi di wilayah Sidoarjo. Sedangkan penggunaan kata “bencana” atau “peristiwa” oleh Metro TV, menyatakan tentang sesuatu yang menyebabkan kesusahan, kerugian, penderitaan, dan kecelakaan, yang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia. Namun penggunaan istilah “Lumpur Lapindo” oleh Metro TV memperjelas bahwa faktor yang menyebabkan semburan lumpur tersebut adalah pengeboran yang dilakukan oleh Pt. Minarak Lapindo Jaya, sehingga diberi nama “Lumpur Lapindo.”

2.      Perbedaan framing lainnya oleh kedua media massa
Seperti yang telah dibahas dalam analisa Entman sebelumnya, masalah yang diangkat dalam pemberitaan oleh TV One ialah bagaimana bencana lumpur ini dapat menjadi berkah bagi korban terdampak lumpur. Korban yang telah menerima ganti rugi justru dapat memulai karir baru yang lebih baik, maupun tinggal di tempat yang lebih nyaman dengan fasilitas lengkap. Berbeda dengan pengangkatan masalah oleh Metro TV, Metro TV membahas tentang bagaimana warga yang menderita dan belum menerima ganti rugi, perekonomian masyarakat Sidoarjo yang runtuh, masalah semburan lumpur yang semakin luas dan kritisnya tanggul, serta penanganan masalah yang berbelit-belit karena negara dan Pt. Minarak Lapindo Jaya yang kurang bertanggung jawab sehingga masalah tidak pernah terselesaikan.
Perbedaan bagaimana argumentasi moral disampaikan oleh kedua media juga dapat terlihat dalam pemberitaan. Media TV One mengemukakan bagaimana korban berterima kasih kepada tindakan Pt. Minarak Lapindo Jaya dan pemerintah yang telah bersedia untuk memahami kondisi korban, membayar ganti rugi, dan memberikan tempat tinggal yang berfasilitas lengkap kepada warga terdampak lumpur. Berbeda dengan argumentasi yang disampaikan oleh Metro TV dan para narasumbernya yang menyatakan bahwa kurangnya pertanggungjawaban pemerintah dan Pt. Minarak Lapindo Jaya yang masih dapat dilihat dalam banyaknya korban yang masih terpuruk belum mendapatkan biaya ganti rugi, korban yang masih tidak memiliki pekerjaan dan fasilitas pendidikan yang layak, tanggul yang kritis semakin harinya, serta penanganan masalah lumpur yang terus menyembur dan tidak terselesaikan hingga lebih dari delapan tahun.

3.      Kepemilikan media dan pengaruhnya terhadap pemberitaan
Faktor kepemilikan sebagai pemberi modal ternyata juga dapat mempengaruhi kebijakan media dalam memutuskan isi dari media tersebut. Pemilik media yang mempunyai agenda kepentingan tersendiri, dapat dan sering melakukan intervensi pada keputusan pemberitaan dalam menghasilkan konten (Harahap, 2015).
Seperti yang diketahui, pemilik media TV One ialah Ardiansyah Bakrie dari Bakrie Group dan juga Partai Golongan Karya (Golkar), dan pemilik media Metro TV ialah Surya Paloh, yang juga merupakan penerus Partai Nasional Demokrat (NasDem). Bakrie Group merupakan perusahaan perdagangan Indonesia yang juga menaungi perusahaan yang memiliki peran signifikan dalam kasus lumpur Lapindo, yaitu Lapindo Brantas Inc. atau Pt. Marak Lapindo Jaya. Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa TV One lebih memayoritaskan pemberitaan yang berisi hal-hal positif dari bencana lumpur Lapindo, karena Bakrie Group ingin menunjukkan hal-hal yang telah dilakukan untuk membantu korban terdampak lumpur, serta untuk mempertahankan nama baiknya. Di sisi lain, pemberitaan media Metro TV mengenai peristiwa lumpur Lapindo cenderung mengungkapkan sisi negatif dari bencana itu tersendiri, entah karena mempunyai tujuan dan agenda tertentu, ataupun karena persaingan dan rivalitas perusahaan media.



Bab 5: Penutup

5.1 Simpulan
Dari hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan framing yang kontras antara dua media dalam pemberitaan kasus lumpur Lapindo, yaitu TV One dan Metro TV. TV One cenderung mengangkat masalah lumpur Lapindo dari sisi yang positif, seperti bagaimana bencana ini ternyata dapat mendatangkan berkah tersendiri kepada korban terdampak lumpur, memotivasi mereka untuk bangkit dari keterpurukan, hingga bagaimana keadaan korban yang sudah merasa nyaman dengan perumahan berfasilits lengkap yang telah diberikan kepada mereka. Sedangkan media Metro TV dalam pemberitaannya cenderung lebih mengangkat sisi negatif dari kasus lumpur Lapindo, seperti bagaimana warga terdampak lumpur yang masih sengsara karena belum menerima ganti rugi, ekonomi, fasilitas, dan infrastrukutur yang rusak, tanggul yang kritis, hingga kurangnya pertanggungjawaban dan aksi penyelesaian dari pihak pemerintah serta Pt. Minarak Lapindo Jaya. Perbedaan penyampaian berita ini dapat dilihat dalam penonjolan headlining, pengulangan, serta visual dari kedua media massa. Faktor kepemilikan media juga dapat menjadi penentu isi pemberitaan informasi.
5.2 Saran
            Framing atau sudut pengambilan berita oleh media sebenarnya bebas ditentukan oleh media itu sendiri. Namun alangkah baiknya apabila media massa selalu berada dalam posisi netral, yang mendahulukan kepentingan khalayak. Khalayak layak mendapatkan dua sisi informasi dalam pemberitaan baik sisi positif dan negatif (cover bothside). Media tidak selayaknya terus menerus hanya memberikan salah satu sisi baik sisi positif saja dan sisi negatif saja. Media termasuk Stasiun televisi yang tidak independen dan telah berafiliasi dengan kelompok politik tertentu sebaiknya dihindari karena media massa sudah seharusnya bersifat independen dan objektif saat mengabarkan suatu berita, tidak digunakan sebagai kepentingan politik, golongan, atau ideologi tertentu.
Daftar Pustaka

Akram, M. (2015, 2 10). Analisis Framing Pemberitaan Kampanye Presiden 2014 pada TV One dan MetroTV. Diambil kembali dari Unhas.ac.id: http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/12820
Eriyanto. (2002). Analisis Framing. Diambil kembali dari Google Books: https://books.google.co.id/books?id=wGwj0CPSjlQC&pg=PA185&lpg=PA185&dq=analisis+framing+entman+-blogspot&source=bl&ots=gXKIpL5vKQ&sig=Y9dwHse84IrCJBhxWzE4Q5T6XCQ&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwj658vbru_KAhXCc44KHZB_BGsQ6AEIXDAH#v=onepage&q=analisis%20framing%20ent
Harahap, P. (2015, 6 23). Media Berpolitik - Mempengaruhi atau Dipengaruhi? Diambil kembali dari Kompasiana: http://www.kompasiana.com/primoraharahap/media-berpolitik-mempengaruhi-atau-dipengaruhi_54f7a748a33311707a8b494d
Harno. (2012, 8 26). Definisi Berita dan Penjelasan Unsur 5W+1H. Diambil kembali dari Satriamadangkara: satriamadangkara.com/definisi-berita-dan-penjelasan-unsur-5w-1h/
Pratiwi, A. (2012, 3 1). Framing Berita Gayus Tambunan di Surat Kabar Media Indonesia dan Republika. Diambil kembali dari Esa Unggul: http://www.esaunggul.ac.id/article/framing-berita-gayus-tambunan-di-surat-kabar-media-indonesia-dan-republika/
Siti, A. (2012). Pengertian Penelitian Kualitatif. Diambil kembali dari Diaryapipah.com: http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html
Suhariyadi, S. (2014, 9). Model Analisis Framing Dalam Penelitian Sastra. Diambil kembali dari Academia.edu: http://www.academia.edu/9761717/MODEL_ANALISIS_FRAMING_DALAM_PENELITIAN_SASTRA
Tresnaningati, I. M. (2014). PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG PROSES EVAKUASI KECELAKAAN PESAWAT RUSIA SUKHOI SUPERJET. Diambil kembali dari Academia.edu: http://www.academia.edu/6348460/JURNAL_ANALISIS_FRAMING_KECELAKAAN_SUKHOI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar