Sabtu, 21 November 2015

Proposal Studi Peran Orangtua dalam Film I'm Not Stupid Too



Tugas: Proposal Penelitian
Mata Kuliah: Metode Penelitian Komunikasi
Oleh: Hizkia Dwiatmaja
1400410023/Digital Communication
Surya University


STUDI PERAN ORANGTUA TERHADAP PERILAKU ANAK DAN KEHARMONISAN KELUARGA DALAM FILM I’M NOT STUPID TOO




KATA PENGANTAR

            Pertama-tama, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan anugerah-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah “Studi Peran Orangtua Terhadap Perilaku Anak dan Keharmonisan Keluarga dalam Film I’m Not Stupid Too” ini dibuat bertujuan untuk membahas pesan peran orangtua bagi keluarga dan anak yang disampaikan dalam film I’m Not Stupid Too, sekaligus untuk memenuhi syarat tugas akhir mata kuliah Metode Penelitian Komunikasi.
        Dalam penyusunan makalah ini, banyak kesulitan serta hambatan yang dirasakan penulis. Oleh karena itu, penulis beterima kasih kepada Ibu Umaimah Wahid selaku dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian Komunikasi atas bimbingan, kesabaran, dan setiap masukannya. Selain itu penulis juga berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan Program Studi Digital Communication tahun 2014 yang selalu membantu, mengingatkan, dan memberikan semangat.
       Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan juga bermanfaat bagi makalah ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi setiap pembaca khususnya orangtua dan kepala keluarga untuk dapat membangun keluarga yang lebih baik lagi.

Serpong, Juli 2015

Penulis







BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keluarga merupakan komunitas sosial yang terkecil, namun memiliki dampak yang besar bagi masyarakat. Menurut Departemen Kesehatan, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang, serta tinggal di satu atap dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Jadi, keluarga merupakan dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi (Damayanti 2013). Mereka hidup dalam rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain sesuai peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu. Dalam keluarga, karakter, pertumbuhan jasmani dan rohani, serta proses hubungan terbentuk. Oleh karena itu, kedudukan dan fungsi keluarga sangatlah signifikan bagi kehidupan manusia. 
Orang tua merupakan sosok utama dalam keluarga. Tanpa adanya figur orang tua, keluarga tidak akan terjadi. Orang tua atau ayah dan ibu memegang peranan yang penting dalam menjalankan keluarga dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Orang tua merupakan pendidik utama bagi anak untuk menjadi landasan pertumbuhan karakter anak. Selain itu, pendidikan yang diberikan orang tua dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama kali diterima oleh anak sehingga menjadi pondasi bagi perkembangan anak selanjutnya (Jayanti 2012). Sedangkan sebagai kendali keluarga, orang tua sebagai pilar pelindung dan penolong untuk menjaga keluarganya.
Namun pada kenyataannya, tidak sedikit keluarga dan rumah tangga yang tidak berjalan lancar. Orang tua terkadang kurang memiliki rasa tanggung jawab atas keluarga dan kehidupan anak-anaknya untuk masa kini dan masa mendatang. Hal ini dapat berupa keluarga yang tidak berjalan dengan rukun, seperti orang tua yang kurang kepedulian, seringnya terjadi perselisihan, kekerasan, perceraian dan banyak hal lainnya. Masalah-masalah ini menyebabkan anak kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan serta memunculkan ketidakharmonisan dalam keluarga (Anggawirya 2014).

Keharmonisan yang berasal dari kata harmonis bermakna tentang keadaan yang selaras, serasi, atau untuk mencapai keselarasan dan keserasian (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Keluarga yang harmonis memiiliki beragam pengertian. Menurut Hasan Basri, keluarga yang harmonis adalah keluarga berkualitas yang rukun, bahagia, tertib, disiplin, saling menghargai, memaafkan, dan tolong menolong, berbakti kepada Tuhan dan orang yang lebih tua, serta mampu memenuhi dasar keluarga (Yasin 2013). Menurut Gunarsah, keluarga yang harmonis adalah apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia, yang ditandai dengan berkurangnya rasa ketegangan dan kekecewaan. Keluarga yang tidak berbahagia akan selalu diliputi oleh ketegangan dan rasa tidak pernah puas dengan keadaan keluarga dan anggotanya (Singgih D. Gunarsa dikutip oleh Yasin, 2013). Dapat disimpulkan bahwa keluarga yang harmonis merupakan keluarga yang seluruh anggota keluarganya saling mengerti, mengasihi, menghormati, menerima, mendukung, mempercayai, membantu, serta hidup dalam kasih rukun dan meminimalisir konflik serta ketegangan. Keluarga yang harmonis hanya akan tercipta apabila keinginan, cita-cita, dan harapan seluruuh anggota keluarga terpenuhi, meliputi kebahagiaan yang saling berkaitan satu anggota dengan anggota lainnya, serta minimnya konflik yang terjadi dalam pribadi maupun antarpibadi (Yasin 2013).
Dalam film I’m Not Stupid Too, keluarga menjadi tema penting cerita yang secara umum menceritakan tentang hal-hal yang sering terjadi dalam kehidupan, dimana ada konflik dalam keluarga, kebingungan, kebahagiaan, dan kesedihan dalam interaksinya. Film ini bercerita bagaimana orang tua kerap kali salah mendidik anak-anaknya, serta dimana orang tua tidak pernah melihat seorang anak pada bakat maupun kelebihannya. Orang tua menghendaki anak menjadi seperti yang mereka harapkan, namun tidak pernah mendengarkan perasaan dan pendapat anak, dan mereka tidak dapat memberikan didikannya dengan tepat dan baik. Kurangnya perhatian dan waktu dari orang tua terhadap anggota keluarga lainnya menyebabkan rumah tangga tidak bisa berjalan dengan lancar dan harmonis. Disaat anak sedang mencari jati diri dan kasih sayang, bimbingan dan nasihat orang tua menjadi pedoman yang penting.
Film I’m Not Stupid Too ini menceritakan tentang tiga anak yang memiliki hubungan buruk dengan orang tuanya. Tom Yeo, adiknya Jerry Yeo, dengan Chengchai, tidak pernah sempat berbicara dengan orang tua mereka. Ayah Tom dan Jerry merupakan seorang karyawan di perusahaan gadget ternama, sedangkan ibunya bekerja di sebuah redaksi majalah terkenal. Setiap hari, Tom dan Jerry diberi ceramah bertubi-tubi tanpa pernah diberi kesempatan untuk membela diri ataupun mengutarakan pendapatnya. Tom, yang ahli dalam blogger dan pernah menjadi juara, tidak dihargai bakatnya oleh kedua orang tuanya. Ketika Jerry ingin meminta bantuan ayahnya untuk mengerjakan tugas sekolah, ayahnya justru sibuk menelpon rekan bisnis akan usaha mereka. Komunikasi Jerry dengan ibunya hanya berdasarkan dari notes yang ditempel di pintu kulkas.  Sedangkan Chengchai seorang remaja yang sangat menyukai Bruce Lee dan bela diri, tetapi ayahnya melarang bakat Chengchai karena pengalaman masa lalu saat menjadi pegulat dan mengalami cedera pada kakinya. Ayah Chengchai selalu mendidik dengan pukulan, hujatan, dan teriakan, sehingga Chengchai tumbuh menjadi anak yang suka berkelahi dan memberontak, yang membuatnya dikeluarkan dari sekolah. Chengchai, yang merupakan teman sekelas sekaligus teman baik Tom selalu membantu Tom ketika Tom bermasalah dengan preman. Namun ketika mereka tidak lagi merasakan ketentraman dan perhatian di rumahnya, mereka bergabung dengan kelompok preman yang mengakui bakat mereka. Jerry yang terpilih menjadi pemeran utama drama di sekolah, diminta oleh ibu guru agar kedua orang tuanya dapat hadir di pertunjukan drama tersebut. Berbagai cara Jerry usahakan untuk dapat menghadirkan orang tuanya dalam drama sekolah, namun ia tidak pernah sempat membicarakannya dengan orang tua. Jerry yang mendengar bahwa uang dapat membeli apapun, mulai mencuri demi mendapatkan waktu agar kedua orang tuanya dapat hadir di acara pertunjukan sekolah. Saat orang tua Jerry mengetahui hal tersebut, mereka mulai sadar akan apa yang selama ini telah mereka lakukan. Mereka juga membaca blog Tom yang berisi seluruh cerita Tom yang merasa sangat kesepian  dan tidak berharga di pandangan kedua orang tuanya.  Ketika Chengchai dikejar massa saat mencuri kalung karena ditipu oleh preman, ayah Chengchai berusaha menolongnya dan membiarkan dirinya dipukuli asalkan Chengchai selamat. Saat ayahnya terjatuh di tangga dan kepalanya terbentur keras, para orang yang memukuli berkata bahwa mereka tidak bermaksud untuk melakukan hal tersebut. Di rumah sakit, ayah Chengchai mengatakan bahwa jika Chengchai menyukai bela diri, jadilah atlit bela diri internasional. Pada akhir kisah, keadaan menjadi lebih baik, Orang tua Tom dan Jerry lebih peduli kepada anaknya, ibu Tom bahkan mengundurkan diri dari perusahaannya. Chengcai diterima kembali di sekolah dan hasil latihan kerasnya membawa Chengchai menjadi atlit bela diri internasional (Jamilatul 2011).
Dari film inilah, peneliti ingin mengetahui peran besar orang tua dalam menjalin kerukunan dan jalannya sebuah keluarga. Peran orang tua dalam mendidik anak dan menjaga keluarganya menjadi realita yang patut disadari dan dipahami oleh setiap masyarakat dan perlu dikupas lebih dalam.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana hubungan nyata peran orangtua dalam film I’m Not Stupid Too terhadap realita keluarga di kehidupan?
1.2.2   Bagaimana peran orang tua dapat mempengaruhi karakteristik anak dalam sebuah keluarga?
1.2.3   Bagaimana orang tua dapat menciptakan keharmonisan dalam sebuah keluarga?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Akademis
Secara akademis, penelitian ini bertujuan untuk memperkaya pemahaman mengenai peran orang tua dalam keluarga, khususnya pada pola perilaku orang tua dalam menjaga dan mendidik keluarganya untuk menjadi keluarga yang harmonis.
1.3.2 Tujuan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan pikiran dan memberi kesadaran lebih lanjut akan pentingnya peran orang tua sebagai pendidik karakter anak serta sebagai dasar untuk membangun keluarga yang harmonis.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Teori Pandangan Interaksional dalam Memelihara Hubungan
Teori Pandangan Interaksional berdasarkan pada tradisi sistem. Teori ini memandang bagaimana keluarga merupakan sebuah sistem. Paul Watzlawick menjelaskan bahwa untuk memahami pergerakan setiap anggota dalam sistem keluarga, seseorang harus memeriksa pola komunikasi di antara semua anggotanya. Tiap sistem keluarga memiliki hubungan dan aturan sendiri yang penting. Perilaku setiap anggota keluarga memengaruhi dan dipengaruhi oleh anggota lain. Keluarga merupakan jaringan yang saling bergantungan dari umpan balik yang dipandu dari peraturan keluarga (Alatas 2014).
Teori ini memiliki lima kebenaran dasar, diantaranya:
1.      Satu tidak dapat tidak berkomunikasi
Setiap anggota dalam keluarga pasti berkomunikasi, bahkan anggota keluarga yang berdiam sekalipun telah melakukan komunikasi secara nonverbal. Konsekuensi logis dari hal ini adalah seluruh anggota keluarga tidak bisa tidak terpengaruh dari komunikasi yang disampaikan.
2.      Konten + Hubungan = Komunikasi
Setiap komunikasi memiliki aspek konten dan hubungan. Konten merupakan  penyedia informasi berdasarkan tentang apa sebuah pesan itu, sedangkan relasional yaitu bagaimana pesan tersebut harus ditafsirkan. Seperti contoh, “Anda terlambat” mengacu pada konten waktu dan tingkat relasi yang menyatakan bahwa kurangnya rasa bertanggung jawab orang tersebut.
3.      Semua komunikasi bersifat simetris maupun pelengkap
Menurut Watzlawick, komunikasi sistem terdiri atas simetris pertukaran (Symmetrical Interchange) dan pelengkap perputaran (Complementary Interchange), dimana simetris pertukaran didasarkan pada kekuatan yang sama sedangkan pelengkap perputaran didasarkan pada perbedaan kekuasaan.
4.      Terperangkap terhadap satu sistem
Setiap anggota keluarga pada dasarnya menempati peran masing-masing. Sistem keluarga amat resisten terhadap perubahan. Ayah menempati peran ayah, ibu menempati peran ibu, demikian halnya dengan anak-anak menempati peran anak.
5.      Reframing
Reframing atau membingkai kembali merupakan proses perubahan dengan melangkah keluar dari situasi yang dihadapi dan menafsirkan arti dari permasalahan tersebut. Dalam menghadapi masalah, anggota keluarga perlu mengubah cara pandang mereka terhadap masalah tersebut untuk mencari jalan keluar.

2.2  Teori Hubungan Dialektika
Di kehidupan sehari-hari, setiap individu pasti akan melakukan percakapan (Alatas 2014). Kumpulan dari percakapan atau dialog yang berkelanjutan akan membentuk sebuah hubungan. Teori hubungan dialektika yang didalami oleh Leslie Baxter, menggambarkan bahwa kehidupan relasional yang berlangsung kerap kali ditandai oleh ketegangan yang disebabkan oleh perbedaan atau pertentangan pendapat (Morrisan dikutip oleh Alatas 2014). Setiap orang akan selalu merasakan dorongan dari keinginan yang bertentangan dengan dirinya selama menjalin relasi. Walaupun setiap orang pada dasarnya tidak menginginkan pertentangan saat berkomunikasi, namun mereka juga tidak ingin menghilangkan keinginannya sendiri.
Ada empat asumsi dasar dari teori hubungan dialektika:
1.      Hubungan tidaklah linear
Dalam hubungan pasti terdapat perbedaan keinginan dan pertentangan, sehingga hubungan relasional tidak dapat selalu berjalan lancar dan mulus.
2.      Kehidupan relasional selalu ditandai dengan perubahan
Sejalan dengan waktu, hubungan akan mengalami proses dan perubahan baik yang mengacu pada pergerakan kualitatif maupun kuantitatif.
3.      Kontradiksi adalah fakta dasar dalam kehidupan relasional
Dalam kehidupan dan hubungan, kontradiksi atau ketegangan akan selalu muncul dan tidak pernah berhenti. Individu akan menyelesaikan kontradiksi dengan cara berbeda-beda.
4.      Komunikasi merupakan pusat untuk mengatur dan menegosiasikan kontradiksi
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu melakukan suatu percakapan atau komunikasi dengan orang lain. Namun pada percakapan tersebut sering kali terjadi ketegangan pada saat percakapan sedang berlangsung. Kontradiksi tersebut diproduksi dan direproduksi oleh tindakan aktor sosial. Komunikasi pastinya merupakan sumber pertentangan pendapat, dan tiap ketegangan serta kontradiksi tersebut dikelola pula dengan komunikasi.
Dengan demikian, teori hubungan dialektika memandang pertentangan dan kontradiksi yang terjadi dalam hubungan dan komunikasi.






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Paradigma Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan paradigma penelitian post-positivisme, dimana paradigma membentuk kerangka berpikir yang berusaha menjelaskan fakta kehidupan sosial. Penelitian ini mengacu pada apa yang menjadi dasar terjadinya fenomena kehidupan sosial, dan bagaimana fenomena tersebut berusaha dipahami dengan mengaitkan ilmu atau teori yang ada. Dalam hal ini, sudut pandang mengenai fenomena yang terjadi dalam sistem keluarga menjadi fakta kehidupan sosial yang ingin ditelaah.

3.2  Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang dilakukan berdasarkan pengamatan fenomena sosial dalam realita. Penemuan kualitatif tidak diperoleh melalui prosedur statistik, melainkan hasil yang akan didapatkan dari penelitian akan berupa data diskriptif berupa kata-kata tertulis dari pengamatan penelitian yang bertujuan untuk menemukan kebenaran umum yang dapat diterima  manusia (Siti 2012). Pendekatan kualitatif akan membahas lebih lanjut dan memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kualitatif.

3.3  Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik penelitian yang dilakukan berupa observasi dari film I’m Not Stupid Too dan studi pustaka.  Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk memahami garis besar kejadian dalam film dan memahami pesan atau nilai-nilai yang disampaikan dari film tersebut. Observasi yang dilakukan berhubungan dengan fenomena nyata yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sosial, diiringi oleh studi kasus. Sedangkan teknik studi pustaka digunakan sebagai pelengkap dari sumber dokumen pribadi, jurnal online, referensi makalah, resensi film, serta dokumen dari sumber sekunder lainnya.

3.4  Teknik Analisis Data dan Instrumen Penelitian
Setelah data-data didapat dari hasil pengamatan, dokumen pribadi, dokumen film, dan juga dokumen dari sumber sekunder, data-data akan dianalisis secara deskriptif. Dalam penelitian ini analisis dilakukan untuk mengkaji nilai-nilai keluarga yang ada dalam film I’m Not Stupid Too.  Teknik analisis data dilakukan melalui pendekatan analisis konten, yaitu dimana isi dan cerita dalam film berusaha untuk dipahami untuk menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Data dan informasi yang didapatkan akan dideskripsikan sesuai dengan tema keluarga yang terdapat dalam film sebagaimana adanya. Instrumen penelitian yang digunakan berupa film I’m Not Stupid Too, catatan, dan dokumen pelengkap dari sumber sekunder.



Daftar Pustaka
Alatas, Salim & Vinna Waty Sutanto. “Lecture Note Teori Komunikasi.” 2014.
Anggawirya. “Pengaruh Mental Anak Terhadap Keluarga Broken Home.” Sharingdisini.com. 2014. http://sharingdisini.com/2014/11/27/pengaruh-mental-anak-terhadap-keluarga-broken-home/ (diakses Mei 10, 2015).
Damayanti, Imelda. “Makalah Keperawatan Keluarga Sejahtera.” Academia.edu. 2013. http://www.academia.edu/6089728/Makalah_Keluarga_Sejahtera (diakses Mei 9, 2015).
Jamilatul, El Fietry. “I'm Not Stupid Too.” Kompasiana.com. 2011. http://www.kompasiana.com/el.fietrynotes/i-m-not-stupid-too_55095f858133113904b1e1a1 (diakses Juni 12, 2015).
Jayanti, Noor Fitriani. “Peran Orang Tua Teerhadap Perilaku Menyimpang Anak dan Solusinya.” Slideshare.net. 2012. http://www.slideshare.net/pipitpurple/makalah-bk-peran-orang-tua-terhadap-perilaku-menyimpang-anak-dan-solusinya-27001129 (diakses Mei 10, 2015).
Siti, Apipah. “Pengertian Penelitian Kualitatif.” Diaryapipah.com. 2012. http://www.diaryapipah.com/2012/05/pengertian-penelitian-kualitatif.html (diakses Mei 12, 2015).
Yasin, Sanjaya. “Pengertian Keluarga Harmonis, Keharmonisan Rumah Tangga Makalah Definisi Suami Istri, Faktor yang Mempengaruhi.” Sarjanaku.com. 2013. http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-keluarga-harmonis.html (diakses Juni 11, 2015).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar